Kabar24.com, SEMARANG – Survei media luar ruang komersial yang dilakukan mahasiswa Ilmu Komunikasi Unika Soegijapranata Semarang menemukan sejumlah layanan reklame yang dinilai tidak patuh perda dan tidak peka etika.
Survei di antaranya menyorot iklan layanan spa milik Emporium Spa Semarang yang memajang gambar sejumlah perempuan muda dengan teks “Penambahan All New Therapist 20++ from Jawa Barat.”
Reklame nonpermanen tersebut ditemukan di sejumlah jalan utama kota Semarang seperti di seputar lima ruas Simpang Lima.
Satu reklame bahkan dipajang di seberang kampus Akademi Kepolisian (Akpol) bersama reklame-reklame nonpermanen lain.
Pengamat Komunikasi Unika Soegijapranata Algooth Putranto menuturkan kombinasi visual dan teks iklan temuan para mahasiswa mata kuliah Komunikasi Visual Unika Soegijapranata tersebut secara jelas menunjukkan penawaran jasa layanan spa yang dilakukan para perempuan usia muda yang berasal dari Jawa Barat sebagai terapis.
Karena itu, dia menilai keberadaan reklame tersebut secara jelas melanggar Perda Kota Semarang No. 14/2012 tentang penyelenggaraan reklame.
Menurutnya, terdapat dua pasal yang jelas dilanggar, yakni pasal 9 dan pasal 10 yang mengatur perihal penyelenggaraan reklame.
“Tidak itu saja, secara etika tidak peka pada warga Jawa Barat. Pemerintah Kota tidak patuh terhadap peraturan daerah dan tidak memiliki kepekaan etika ketika membiarkan sejumlah reklame jasa panti pijat yang cenderung mengeksploitasi perempuan dari Jawa Barat,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (15/4/2015).
Algooth menjelaskan, dalam pasal 9 perda tersebut disebutkan reklame harus memenuhi persyaratan kepribadian dan budaya bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan.
Sedangkan, pasal sepuluh menegaskan materi gambar reklame tidak boleh melanggar norma kesopanan dan kesusilaan.
“Pelanggaran kedua pasal diancam hukuman denda Rp50 juta dalam hal ini penyelenggara reklame. Namun, pada sisi lain sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal perizinan, kinerja Pemkot cukup saya pertanyakan. Jangan-jangan mereka hanya terima setoran pajak lantas tutup mata memberikan izin,” tegasnya.
Meski demikian, dia menilai Pemkot Semarang tidak sepenuhnya dipersalahkan dengan kemunculan iklan luar ruang yang kurang pantas tersebut.
"Dalam skala lebih luas ini adalah dampak terpaan sampah visual yang berulang dan tidak ditertibkan. Akibatnya masyarakat abai dengan hal yang terjadi di sekeliling mereka," ujarnya.