Kabar24.com, JAKARTA- Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri harus berhati-hati menggunakan istilah "petugas partai" untuk merujuk Presiden Joko Widodo, karena sebagian masyarakat menganggap istilah itu sebagai kata-kata yang merendahkan sang presiden.
"Menurut saya, perlu hati-hati menggunakan diksi petugas partai di ranah publik karena tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama. Yang terjadi justru menimbulkan kontroversi di ranah publik," kata Karyono di Jakarta, Senin (13/4/2015).
Apalagi, kata Karyono, sebagian masyarakat memaknai istilah "petugas partai" dalam pengertian negatif sehingga yang timbul pun persepsi negatif.
Menurut dia, istilah "petugas partai" oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai kata-kata yang merendahkan Presiden Jokowi karena dianggap sebagai seorang petugas yang ibarat robot dan hanya menjadi "boneka partai".
"Namun, bila istilah tersebut diletakkan dalam perspektif kepartaian, memang tidak ada yang salah," ujar dia.
Karyono mengatakan cara berkomunikasi Megawati yang menggunakan istilah "petugas partai" tidak salah bila ditujukan kepada kader partai, karena siapa pun yang menjadi kader partai memang harus bersedia menjadi petugas partai.
"Apalagi, istilah itu juga sudah kerap diucapkan Megawati jauh sebelum Jokowi menjadi preside yang diusung PDI Perjuangan," tuturnya.
Menurut Karyono, istilah "petugas partai" perlu dimaknai bahwa kader partai harus melaksanakan ideologi dan garis perjuangan partai, tak terkecuali Jokowi yang merupakan kader PDI Perjuangan dan kini menjadi presiden.
Istilah yang kembali diucapkan Megawati dalam Kongres PDI Perjuangan di Bali itu, menurut Karyono, ditujukan untuk membangkitkan kesadaran publik tentang makna seorang kader partai yang harus menjalankan ideologi dan garis perjuangan partai.
Bahkan, pidato tersebut secara tersirat berusaha memberi peringatan dan teguran kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar dalam menjalankan pemerintahan tetap mematuhi dan memegang teguh konstitusi. (Antara)