Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembatasan Peninjauan Kembali: Sejumlah LSM Ramai Ramai Gugat Mahkamah Agung

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengajukan uji materi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7/2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Dalam Perkara Pidana.
Gedung Mahkamah Agung/Antara
Gedung Mahkamah Agung/Antara

Kabar24.com, JAKARTA—Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mengajukan uji materi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7/2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Dalam Perkara Pidana.

Dalam rilis yang diterima Bisnis, Kamis (9/4/2015), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Imparsial, Human Rights Working Group (HRWG), dan Setara Institute menganggap Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7/2014 telah menghalangi akses terpidana dan ahli warisnya untuk mendapat keadilan.

Erasmus Napitupulu, Peneliti ICJR, mengatakan permohonan uji materi terhadap beleid tersebut akan disampaikan pada pekan depan kepada Mahkamah Agung, karena bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku saat ini.

“Putusan Mahkamah Konstitusi No. 34/PUU-XI/2013 sudah menyatakan PK yang hanya dapat dilakukan satu kali seperti diatur dalam Pasal 268 ayat (3) KUHP tidak memiliki kekuatan hukum tetap. SEMA itu justru membatasi pengajuan PK hanya dapat dilakukan jika ditemukan bukti baru atau novum,” katanya.

Erasmus menuturkan pengajuan PK merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi praktik peradilan sesat yang kerap terjadi di Indonesia.

Mahkamah Agung seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan banyaknya PK yang diajukan, apabila proses peradilan di dalam negeri sudah berjalan dengan baik.

Menurutnya, SEMA No. 7/2014 telah memunculkan ketidakpastian hukum, karena sebelumnya Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan yang menyebut pembatasan pengajuan PK tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

“Tindakan Ketua MA yang membatasi pengajuan PK melalui surat edarannya bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku saat ini,” ujarnya.

Mahkamah Agung sendiri beralasan pembatasan pengajuan PK tersebut dilakukan agar tercipta kepastian hukum, terutama kepastian eksekusi putusan. Padahal, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menyatakan bahwa pengajuan PK tidak menunda eksekusi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper