Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung mempertimbangkan gelaran Peringatan Konferensi Asia Afrika Ke-60 dalam menentukan momentum eksekusi hukuman mati terhadap narapidana gembong narkotika.
Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengaku masih mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melakukan eksekusi. Menurutnya, pascakeputusan grasi ditolak presiden, waktu dan tempat eksekusi sepenuhnya menjadi kewenangan Kejaksaan Agung.
"Kita lihat nanti saat paling tepat seperti apa," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/4/2015).
Meski demikian, Prasetyo menuturkan event KAA Ke-60 yang berlangsung pada 19-24 April 2015 di Bandung dan Jakarta akan menjadi salah satu pertimbangan. Pasalnya, acara tersebut akan dihadiri oleh lebih dari 30 delegasi dari negara-negara Asia dan Afrika.
"Masa ada tamu, kita mau lakukan [eksekusi]. Saya akan melihat, tentunya situasi dan kondisi harus kita perhatikan," ujarnya.
Prasetyo menegaskan mempertimbangkan acara peringatan ke-60 KAA tidak berarti Kejaksaan Agung takut atau menunda-nunda eksekusi hukuman mati. Waktu eksekusi, imbuhnya, harus ditentukan secara hati-hati agar tidak terjadi gangguan.
"Tapi tentunya, masa sedang ada acara kenegeraan yang melibatkan sekian banyak orang dari banyak negara, lalu ada eksekusi," katanya.
Selain mempertimbangkan KAA, Kejaksaan Agung juga menunggu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap gugatan dua terpidana hukuman mati, yakni Sylvester Obiekwe Nwolise dan Serge Areski Atlaoui.
"Baru kali ini kan, tidak lazim. PK, banding, grasi, sudah semua kita berikan. Mestinya sudah selesai, tetapi ketika ada gugatan PTUN ya kita hargai," pungkasnya.
Terpidana yang termasuk dalam eksekusi mati gelombang kedua ini adalah duo Bali Nine asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, serta Mary Jane Viesta Feloso asal Filipina.