Kabar24.com, JAKARTA— Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan, mengakui Presiden Joko Widodo (Jokowi) keliru telah meneken Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kenaikan Tunjangan Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara.
BACA JUGA: 16 Bangunan Terkeren di Dunia (2)
Namun, dia menampik jika Jokowi disebut menyalahkan anak buahnya.
"Bukan menyalahkan. Saya pun tanda tangan kalau sudah diparaf semua, ya tanda tangan bisa saja keliru masa Presiden nggak boleh keliru," kata Luhut di kantornya, Senin (6/4/2015).
Menurut Luhut, Jokowi berniat menarik Perpres tersebut. Musababnya, Jokowi sangat concern terhadap permasalahan dan kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat.
"Bisa saja beliau tarik kembali kan. Beliau sangat concern soal itu," ujarnya.
"Beliau bisa mekanisme proses pengambilan keputusan yang keliru, ya kan tidak salah kalau dicabut. Bisa saja, saya nggak tahu nanti kita tunggu saja."
Menurut Luhut, sebenarnya rencana menaikkan uang muka mobil pejabat itu sudah diusulkan sejak lama. Luhut mengatakan tunjangan itu hanya untuk membeli mobil jenis Toyota Avanza.
"Itu untuk mobil Avanza sederhana juga tidak istimewa. Hanya momentumnya, cara memberitahunya jadi menimbulkan kegaduhan," katanya.
Presiden menaikkan tunjangan uang muka pembelian kendaraan bermotor bagi pejabat negara lewat revisi Peraturan Presiden tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Pertimbangannya, ketentuan sebelumnya tidak sesuai dengan peningkatan harga kendaraan bermotor.
Pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000. Adapun pada beleid baru, Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015, angka itu diubah menjadi Rp 210.890.000.
Lembaga negara yang memperoleh uang muka ini antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim agung, hakim Mahkamah Konstitusi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan anggota Komisi Yudisial.