Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Butuh Basis Hukum Kejahatan Ekonomi

Pemerintah didesak untuk menyusun basis hukum bagi kejahatan ekonomi untuk menghindari kerugian negara akibat kebijakan yang keliru pada masa krisis
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah didesak untuk menyusun basis hukum bagi kejahatan ekonomi untuk menghindari kerugian negara akibat kebijakan yang keliru pada masa krisis.

Dewan Pakar Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi Sutan Majo Endah mengatakan pada situasi ekonomi kritis, peluang penyalahgunaan kekuasaan (moral hazard) kian besar. Seperti kasus Bantuan likuiditas Bank Indonesia pada krisis 1997-1998 dan Century pada 2008, ungkap Kusfiardi, Kamis (19/3/2015).

Dugaan penyelewengan dana yang mencapai ratusan triliun itu pada akhirnya justru memicu kekacauan perekonomian domestik dan berlarut-larut tanpa penyelesaian hingga kini. Terlebih, kata Kusfiardi, dirinya melihat gejala kerapuhan ekonomi yang mirip dengan krisis sebelumnya, yang diawali dengan depresiasi nilai rupiah yang kala itu tembus level Rp14.000 per dolar.

Kendati tak bisa disamakan dengan kondisi tahun 1997-1998 saat perbankan domestik kacau balau, Kusfiardi menilai kondisi industri perbankan dan keuangan dalam negeri bukan berarti tahan terhadap hantaman krisis. Terlebih mengingat dominasi kepemilikan asing yang kian membumbung di sektor perbankan.

Potensi krisis tetap ada dan peluang aksi korporasi seperti BLBI sangat kuat terjadi. Korporasi korup bisa sengaja mendorong krisis untuk mendapatkan modal dengan penanganan krisis, kata Kusfiardi.

Kejahatan Ekonomi

Direktur KAU Dani Setiawan menilai saat ini sistem hukum Indonesia belum mengenal istilah kejahatan ekonomi. Hingga kini, kebanyakan kasusmoral hazard yang melibatkan pihak swasta dan pemerintah masih dijerat dengan beleid tentang korupsi. Basis hukum yang tak kuat itu, katanya, juga membuat proses hukum kasus-kasus terdahulu tersendat.

Padahal, Dani menambahkan, menguatnya peranan swasta terhadap perekonomian seharusnya juga harus dibarengi dengan pengawasan yang kian ketat. Begitu pula dengan pemerintah yang harus lebih siap. Dia mencontohkan, melalui Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) pemerintah harus menentukan definisi lembaga yang berdampak sistemik agar menghindarkan polemik di kemudian hari.

Namun, hingga kini RUU JPSK yang memberi payung hukum untuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) belum juga rampung. Pembahasannya terganjal beleid terdahulu, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Peropu) JPSK yang belum dicabut.

Perppu itu adalah landasan hukum saat otoritas fiskal dan moneter memberikan kucuran modal senilai Rp6,7 triliun pada Bank Century milik Robert Tantular. Keputusan itu diduga mengandung unsurmoral hazard.Namun kasusnya hingga kini belum selesai.

Begitu pula dengan BLBI yang berskala lebih besar. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2000 menemukan fakta sekitar 95,8% dari dana BLBI senilai Rp144,54 triliun berpotensi merugikan negara lantaran sulit dipertanggungjawabkan.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper