Kabar24.com, BEIRUT- Sepanjang empat tahun perang saudara di Suriah, lebih dari 215.000 nyawa manusia melayang dan setengah dari seluruh penduduk di negara yang sama terpaksa menginggalkan rumah menjadi pengungsi.
Suriah kini masih terpecah menjadi banyak kelompok, dari pasukan pemerintah, kelompok garis keras, pejuang Kurdi, dan gerilyawan moderat.
Di sisi lain, upaya diplomasi masih terus menemui jalan buntu. Bahkan usulan gencatan senjata terbatas di kota Aleppo ditolak oleh semua pihak.
Konflik di Suriah bermula dari demonstrasi damai pada 15 Maret 2011 sebagai bagian dari gerakan Kebangkitan Arab yang juga berlangsung di Mesir dan Tunisia. Aksi unjuk rasa itu kemudian berubah menjadi perang mengerikan.
Kelompok Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) menyatakan bahwa 215.518 orang terbunuh sepanjang empat tahun terakhir--hampir sepertiga di antaranya adalah penduduk sipil dan 10.000 adalah anak-anak.
Angka kematian yang sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar karena nasib puluhan ribu orang hilang masih belum diketahui sepenuhnya.
Badan pengungsi PBB (UNHCR) bahkan menyebut kondisi Suriah sebagai "darurat kemanusiaan terbesar di era ini." Badan itu mencatat bahwa sekitar empat juta orang mengungsi ke luar negeri--lebih dari satu juta di antaranya berada di Lebanon. Sementara di dalam negeri, lebih dari tujuh juta orang juga terpaksa meninggalkan rumah.
Saat ini, sekitar 60 persen penduduk Suriah berada di bawah garis kemiskinan.
Dari sisi ekonomi, infrastruktur hancur, nilai mata uang jatuh dan perekonomian mundur lebih dari 30 tahun.
Pelanggaran hak asasi manusia juga berlangsung massif di negara itu.
SOHR mencatat bahwa 13.000 orang telah disiksa sampai mati saat ditahan oleh pasukan pemerintah sejak gerakan demonstrasi damai dimulai. Puluhan ribu yang lain masih berada dalam fasilitas penjara pemerintah.
Meski masyarakat internasional mengecam Presiden Bashar al-Assad atas kekejaman dan penggunaan senjata kimia pada Agustus 2013 lalu, tokoh tersebut masih kukuh menguasai Suriah hingga saat ini.
Pasukan pemerintah berhasil menguasai Damaskus sepenuhnya dan mulai mengepung kota terbesar kedua, Aleppo, di daerah utara.
Desakan bagi Bashar untuk mengundurkan diri dari kelompok internasional mulai mengendur karena fokus mulai berganti untuk menangkal ancaman dari kelompok radikal seperti Daulah Islam (ISIS).
Kondisi tersebut diakui oleh direktur badan intelejen AS CIA, John Brennan, yang pada Jumat lalu mengatakan bahwa jatuhnya pemerintahan Suriah akan membuka peluang bagi kelompok garis keras untuk mengambil alih kekuasaan, demikian AFP. (Antara)