Kabar24.com, JAKARTA - Sidang kasus pembobolan rekening nasabah prioritas, Thjo Winarto, akan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2015.
Pelaksanaan sidang ini merupakan tindak lanjut dari gugatan perdata yang diajukan Tjho Winarto atas kasus pembobolan rekening di Bank Permata senilai Rp245 juta.
“Kuasa hukum kami telah menerima surat panggilan sidang tanggal 24 Maret, jam 9.00 pagi," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Kamis (5/3/2015).
Dia berharap dengan sidang ini proses hukum bisa makin mendorong peningkatan jaminan perlindungan nasabah perbankan tanah air.
"Kami sudah menyiapkan data dan catatan fakta terkait pembobolan rekeningnya," ujar dia.
Gugatan karyawan swasta tersebut telah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 17 Februari 2015 dengan nomor gugatan perdata 92/pdt.g/2015/pn/jaksel.
Seiring proses perdata, proses pidana kasus pembobolan rekening Winarto juga terus berjalan.
Kepolisian Daerah Metrojaya intensif memeriksa pihak Bank Permata dan pihak terkait lainnya.
Di luar proses pengadilan dan kepolisian, dia mengapresiasi kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menindaklanjuti kasusnya.
Pada 25 Februari 2015, lanjutnya, pihaknya telah secara resmi melapor ke OJK perihal kasus pembobolan rekeningnya di Bank Permata.
Dalam laporan tersebut Winarto memaparkan fakta-fakta sepanjang kasus bergulir yang mengindikasikan adanya dugaan pelanggaran pihak Bank Permata.
"Pada keesokan harinya, pihak OJK juga telah melakukan klarifikasi lewat telepon sekaligus memberikan surat elektronik telah menerima surat laporan resmi ini," tuturnya.
Pengawalan OJK dalam kasus ini, menurutnya, telah mendorong pihak perbankan meningkatkan sistem keamanan sebagai salah satu upaya memberikan jaminan perlindungan nasabah.
"Pengawalan OJK ini membuat jaminan perlindungan nasabah terutama untuk produk internet banking," katanya.
Terkait sistem internet banking ini, Winarto memperoleh konfirmasi dari Bank Indonesia bahwa investigasi bank sentral tersebut tidak hanya fokus pada satu menit terakhir saat nasabah bertransaksi lewat internet.
Namun, tambahnya, Bank Indonesia juga mengawasi bagaimana bank mengatur pembuatan sistem, proses, dan prosedur dari mulai pembukaan rekening, pembukaan internet banking, perubahan, pencatatan, termasuk internal kontrol internet banking secara keseluruhan.
"Sebagai perbandingan terkait perbaikan sistem itu, saya mengapresiasi pihak Telkomsel yang langsung membenahi prosedur keamanan sistem layanan konsumennya sebagai salah satu tindak lanjut kasus saya. Pihak Telkomsel hampir menangkap pelaku yang berusaha mengelabui pihak mereka saat memalsukan identitas untuk keperluan menjalankan modusnya," terangnya.
Sebelumnya, Winarto menuntut besaran ganti rugi senilai Rp32,24 miliar akibat kerugian material dan imaterial yang dialami.
Winarto menjadi nasabah Bank Permata sejak November 2013. Ia menuturkan, tabungannya senilai Rp245 juta dibobol melalui sistem internet banking.
Pembobolan tersebut terjadi pada 29 Agustus 2014, pukul 01.33, 01:37, 01:43, 01:47, 06:39, dan 11:15 WIB dengan mereset password akun rekening miliknya.
Enam kali transaksi internet banking itu untuk pengiriman uang senilai Rp245 juta dari rekening Winarto ke beberapa rekening tujuan di Bank Danamon senilai Rp195 juta dan masing-masing senilai Rp25 juta ke Bank Tabungan Negara dan Bank Rakyat Indonesia.
Padahal, ketika itu Winarto tengah melakukan perjalanan ke kota Sorong, Papua, dari Jakarta
Setibanya di Sorong, dia menuturkan sinyal di daerah itu tidak memadai untuk mengoperasikan telepon selular.
"Untuk me-reset password tersebut pelaku meminta sim card baru ke Telkomsel dengan menggunakan surat kuasa palsu, fotokopi KTP [kartu tanda penduduk] saya," ucapnya.
Winarto menyatakan selama ini dirinya telah berusaha meminta konfirmasi ke pihak Bank Permata.
Namun, Bank Permata dinilai belum memiliki itikad baik untuk menjelaskan penyebab kejadian ini.
"Mereka hanya mengungkapkan transaksi internet banking tersebut valid dan otentik," tutur pria yang berusia 40 tahun ini.
Oleh karena itu, dirinya berinisiatif menelusuri kasusnya dengan menghubungi regulator perbankan yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bank Indonesia (BI).
"Kasus ini pun telah dibawa ke pihak kepolisian karena dinilai sebagai kasus kriminal," kata Winarto.