Kabar24.com, JAKARTA -- Langkah Presiden Jokowi mengganti pimpinan KPK dengan memberhentikan sementara dua pimpinan yang memiliki masalah hukum mengundang pro-kontra.
Meski bertujuan memperkuat institusi KPK itu sendiri, sebagian pengamat menilai Presiden Joko Widodo tidak pro terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. sebab Presiden dianggap lebih memilih menghentikan sementara pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto daripada menghentikan kriminalisasi kepada KPK.
Penegasan tersebut disampaikan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (19/2).
"Sikap Presiden yang memilih untuk memberhentikan sementara pimpinan KPK dan bukan menghentikan kriminalisasi, menunjukkan tidak berpihaknya presiden kepada gerakan pemberantasan korupsi," tuturnya.
Terlebih menurut PSHK, Presiden Jokowi juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghentikan sementara dua pimpinan KPK yang dinilai sebagai sikap pembiaran kriminalisasi terhadap KPK.
"Sikap Presiden untuk menerbitkan Perppu tentang Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK adalah langkah yang justru melegitimasi dan membiarkan tindakan kriminalisasi terhadap KPK," tukas Miko.
Namun Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi mengaku sempat mengusulkan beberapa nama untuk dijadikan Pelaksana Tugas (Plt) pimpinan KPK ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi, pada saat dua orang pimpinan KPK telah berstatus sebagai tersangka.