Kabar24.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Ketua Komisi VII dari fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana seusai diperiksa sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
"Kita ikuti prosedur ya, benar tidaknya nanti kita tunggu di pengadilan," kata Sutan singkat saat keluar dari gedung KPK Jakarta, Senin (2/2/2015).
Sutan Bathoegana terkenal dengan istilah yang kerap dia ucapkan, “ngeri-ngeri sedap” dan “masuk barang itu”
Sutan mengenakan rompi tahanan KPK warna oranye saat keluar dari gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan selama sekitar 9 jam. Sutan sudah pernah beberapa kali diperiksa sebagai tersangka dalam kasus ini.
KPK menyatakan kasus Sutan adalah salah satu kasus yang diprioritaskan untuk segera selesai. "Kasus SBG (Sutan Bhatoegana) adalah salah satu kasus yang diprioritaskan untuk diseleselasikan pada semeseter atau caturwulan pertama tahun ini," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, 20 Januari 2015.
Sutan ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Mei 2014 dan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini yang telah divonis 7 tahun penjara.
Dalam sidang Rudi Rubiandini terungkap bahwa Rudi memberikan uang 200 ribu dolar AS melalui anggota Komisi VII Tri Julianto di toko buah di Jalan MT Haryono, uang itu menurut Rudi sebagai uang Tunjangan Hari Raya untuk anggota Komisi VII.
Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total 140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimpinan, anggota dan Sekretariat Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani tanda terima uang tersebut.
Namun baik Sutan maupun Tri Julianto membantah pengakuan Rudi tersebut. Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014 mengakui bahwa pernah memiliki staf ahli bernama Irianto tapi dokumen yang dibawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain yaitu Iqbal, sayangnya Iqbal mengalami kecelakaan.
Sutan Bhatoegana juga disebut meminta salah satu perusahaan yaitu PTTimas Suplindo dikawal untuk memenangkan dalam tender di SKK Migas dalam pengadaan konstruksi offshore di Chevron. Sutan tercatat pernah menjadi wakil direktur perusahaan tersebut pada 2003-2004.
Terkait kasus ini, Rudi Rubiandini sudah divonis bersalah dan harus menjalani hukuman 7 tahun penjara sedangkan pelatih golfnya Deviardi divonis 4,5 tahun penjara. Sedangkan penyuap Rudi yaitu Operational Manager PT Kernel Oil Pte Limited (KOPL) Simon Gunawan Tandjaya divonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. (Antara)
BACA JUGA KABAR TERKAIT SUTAN BHATOEGANA
- Sutan Bhatoegana dan Tahajud Call Terakhir
- Ini Alasan KPK Tahan Sutan Bhatoegana
- Sutan Bhatoegana Kembali Diperiksa KPK. SBG Siap Ditahan?
- Sutan Bhatoegana Kembali Dipanggil KPK
- SUAP SKK MIGAS: Politisi Demokrat Bantah Terima Dana
- Jero Wacik Bantah Pernah Bahas dan Beri THR ke Komisi VII DPR
- DUGAAN KORUPSI APBN-P 2013, KPK Periksa Jero Wacik
- KORUPSI APBNP 2013 ESDM: KPK Periksa Lagi Sutan Bhatoegana
- NAZARUDDIN Sebut Ibas Dapat Banyak Proyek, Sutan Bhatoegana Pernah Dimarahi