Bisnis.com, JAKARTA—Pakar hukum dan tata negara menilai penolakan Partai Golkar terkait peraturan pengganti undang-undang (Perppu) No. 1/2014 tentang Pilkada yang diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggagalkan UU No. 22/2014 melalui DPRD berisiko memunculkan kekosongan aturan pilkada.
Pakar hukum dan tata negara Refly Harun mengatakan dengan adanya penolakan perppu dari Partai Golkar yang berafiliasi kuat dengan Koalisi Merah Putih (KMP) itu, bakal menyulitkan penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah karena berisiko ada kekosongan aturan.
“Dengan ditolaknya perppu, saya berpendapat tidak ada aturan lagi yang mengatur penyelenggaraan pilkada kedepan. Karena UU No. 22/2014 sudah digantikan dengan terbitnya perppu yang diterbitkan SBY,” katanya kepada Bisnis, Rabu (3/12).
Padahal sesuai dengan data Bisnis, pada 2015 terdapat sedikitnya 204 Pilkada serta delapan Pilkada tingkat Provinsi yang harus digelar secara serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Jika perppu ditolak, pembahasan aturan pilkada kedepan diprediksi akan menemui jalan buntu.”
Menurut Refly, hal yang paling rasional adalah menerima perppu itu. “Dengan Golkar dan KMP menerima perppu itu, masalah tidak akan serumit itu. Selain itu, energi pemerintah dan DPR tidak terkuras untuk membahas hal yang sebenarnya sudah tuntas.”
Mahkamah Konstitusi (MK) pun juga menilai obyek gugatan uji materiil dan uji formil UU Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2014 sudah hilang lantaran terbitnya dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) oleh SBY.
Hal berbeda diungkap pakar hukum tata negara Margarito Kamis. “Risiko kekosongan aturan pilkada tidak akan muncul jika dalam klausul penolakan perppu oleh DPR dicantumkan implementasi UU No. 22/2014 yang sempat hilang setelah perppu terbit,” katanya kepada Bisnis.
Namun, paparnya, jika rakyat tetap menghendaki pilkada dilakukan secara langsung, jalan satu-satunya adalah pemerintah segera menginisiasi pembentukan RUU Pilkada langsung baru kepada DPR untuk dibahas kembali bersama DPD. Tapi pembahasan RUU Pilkada baru nanti pun akan kembali menemui jalan panjang karena KMP masih solid meski tanpa Partai Demokrat