Bisnis.com, JAKARTA --Kompromis antara Koalisi Indinesia Hebat dan Koaliasi Merah Putih di DPR berujung pada bongkar pasang peraturan.
DPR akhirnya mengubah UU No. 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) dan UU tentang Tata Tertib demi bagi-bagi jabatan pimpinan alat kelengkapan dewan yang selama ini menjadi pemicu perseteruan.
Pengubahan dua UU tersebut disepakati oleh dua kubu yang berseteru Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) dengan maksud untuk menambah jumlah kursi wakil ketua alat kelengkapan dewan (AKD) dari sebelumnya tiga menjadi empat kursi.
“KMP dan KIH sudah sepakat mengubah isi UU tersebut untuk menambah jumlah wakil ketua. Pengubahan UU tersebut direncakan pada Kamis, 13 November 2014,” kata Pramono Anung, Anggota DPR dari PDIP sekaligus juru runding KIH di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (10/11/2014).
Dengan bertambahnya jumlah kursi wakil ketua, jelasnya, KMP bersedia membagi kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) dengan KIH.
“Namun bagaimana komposisinya kami belum tahu. Kami yakin bisa lebih dari 25% kursi pimpinan AKD,” katanya.
Meski sebelumnya beredar kabar bahwa sejumlah petinggi KMP a.l. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) masih enggan menyetujui kesepakatan itu, politikus PKS yang tergabung dalam KMP Fahri Hamzah membantah kabat tersebut.
Secara prinsip, tegas Fahri, semua petinggi KMP termasuk Hatta Rajasa dari PAN dan Ical sudah setuju. “Semua setuju. Sekarang tinggal bagaimana implementasinya,” kata Fahri yang juga menjabat sebagai Wakil ketua DPR.
Dengan disetujuinya rencana islah bersyarat tersebut, lanjutnya, seluruh juru runding dari masing-masing pihak tinggal menandatangani nota kesepakatan itu. “Tidak ada seremonial. Tinggal tandatangan secara bergilir saja.”
Yang bertandatangan dalam kesepakatan itu, lanjutnya, antara lain KIH akan diwakili oleh politikus PDIP Pramono Anung dan Bendahara Umum PDIP Olly Dondokambey.
Adapun dari KMP, Hatta Rajasa dan Sekretaris jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Setelah sepakat, harapnya, DPR harus segera bekerja menjalankan fungsinya.
“Kita harus segera kerja, kerja, dan kerja. Tapi jangan sampai gagal,” katanya.
Menanggapi hal itu, pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus memberikan nada negatif.
“Kalau untuk bagi-bagi jabatan saja DPR bisa dengan cepat mengubah UU, bagaimana dengan kepentingan masyarakat. Pasti pembahasan dan pengesahannya lambat.”
Sementara itu, Ketua Formappi Sebastian Salang mengungkapkan adanya hal yang harus diperhatikan dari penambahan wakil ketua di AKD itu.
“Anggarannya bagaimana. Kan semua pimpinan mendapatkan tunjangan lebih tinggi jika dibandingkan dengan anggota DPR yang tidak menduduki jabatan pimpinan. Namun jika penambahan wakil ketua di AKD itu merupakan jalan akhir, ya apa boleh buat,” ujarnya.
Terkait penambahan anggaran tunjangan untuk wakil ketua baru, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyas masih belum memberikan keterangan.