Bisnis.com, JAKARTA - Dua kubu yang berseteru di DPR, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP), diminta untuk duduk bersama untuk kembali melanjutkan pembahasan alat kelengkapan dewan (AKD) menyusul belum tuntasnya pembahasan tersebut.
Pakar hukum dan tata negara Refly Harun mengatakan pembahasan AKD, yang memicu adanya dualisme kepemimpinan di DPR itu, sebenarnya belum tuntas.
Pasalnya, keputusan yang diambil oleh Setya Novanto Cs. saat paripurna keempat tidak sah lantaran hanya disepakati lima fraksi dari KMP yaitu Gerindra, Golkar, PAN, PKS, dan Demokrat.
“Adapun lima fraksi pendukung KIH [PDIP, PKB, PPP, Hanura, dan Nasdem] masih boikot. Saat itu, kelimanya belum menyerahkan nama-nama legislatornya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/11/2014).
Jadi dalam penyelesaian konflik internal DPR itu, paparnya, tidak ada istilah kocok ulang pimpinan AKD. “Yang ada adalah melanjutkan pembahasan. Jangan salah, keputusan pimpinan DPR terkait dengan AKD itu belum tuntas dan harus dilanjutkan. Dengan demikian, pembahasan lanjutan pimpinan AKD itu tidak memerlukan dasar hukum,” katanya.
Terkait dengan adanya usulan dari kubu KMP untuk menambah komisi agar KIH mau berdamai, Refly menganggap usulan itu tidak akan menyelesaikan masalah. “Masalahnya adalah musyawarah untuk mufakat. Bukan jumlah pimpinan yang bisa ditambah atau dikurangi dan disesuaikan jumlah komisi.”
Namun jika perseteruan itu tidak kunjung diselesaikan, lanjutnya, KIH sebagai kubu minoritas bisa menempuh jalur hukum dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan pasal yang mengatur pemilihan pimpinan melalui paket. “Itu bisa ditempuh jika tidak ada titik temu,” katanya.