Bisnis.com, JAKARTA - Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai pemilihan ulang pimpinan alat kelengkapan dewan di DPR tidak memerlukan aturan, karena merupakan kasus luar biasa yang harus diselesaikan dengan kompromi.
Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS Philips Vermonte menegaskan kedua kubu, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP), harus bekompromi untuk menetapkan kembali struktur pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD).
Menurutnya, kompromi merupakan jalan tengah karena seluruh pembahasan mengalami jalan buntuk atau deadlock. “jandi, jangan dulu bilang beleid yang mengatur kocok ulang. Ini kasus luar biasa di DPR. Jalan tengahnya, mereka harus berkompromi,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/11/2014).
Jika tetap terbelah, paparnya, DPR tidak akan bisa bekerja karena dua kubu itu mempunyai kekuatan yang sama. “Masing-masing mempunyai pendukung lima fraksi. KMP didukung oleh Partai Gerindra, Golkar, PKS, PAN dan Demokrat. Adapun KIH didukung oleh PDIP, PKB, PPP, Hanura, dan Nasdem.”
Hal senada diungkap pengamat hukum tata negara yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie. “Mereka tidak akan bisa bekerja. Setiap sidang ataupun rapat pasti deadlock karena kekuatan mereka sama.”
Dari kondisi itu, yang dikhawatirkan justru adanya mosi tidak percaya yang muncul dari mitra kerja komisi dan AKD lainnya. “Jika tahu masih terbelah, saya perkirakan mitra kerja tidak akan datang saat diundang rapat. Karena hasilnya pasti deadlock dan tidak ada jalan keluar.”