Bisnis.com, PADANG—Pemerintah Provinsi Sumatra Barat merencanakan impor sapi sebanyak 4 juta ekor dari Afrika Selatan untuk memenuhi kebutuhan RPH dan ketersediaan ternak untuk 30 tahun ke depan di daerah itu.
Kepala Dinas Peternakan Sumbar Erinaldi mengatakan pemerintah setempat memfasilitasi kerjasama mendatangkan sapi impor ke daerah tersebut. Kerjasama antara Pemprov Sumbar dengan pemerintah Afrika Selatan dilakukan oleh grup Sampoerna.
“Kami memfasilitasi saja, karena kebutuhan daging di Sumbar memang besar. Nah, ada investor yang berminat investasi mendatangkan sapi untuk kebutuhan daerah, ya harus difasilitasi,” katanya kepada Bisnis.com, Kamis (6/11/2014).
Menurutnya, kerjasama itu atas inisiasi Persatuan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Sumbar dengan PT Kendimas Satria Nusantara, anak usaha kelompok Sampoerna untuk menyuplai kebutuhan sapi di Sumbar.
Dalam prakteknya, Sumbar akan dijadikan basecamp untuk pengembangan sapi dalam rangka pemenuhan kebutuhan daging di Sumbar dan sejumlah provinsi di kawasan itu, seperti Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau.
Ditargetkan 4 juta ekor sapi yang didatangkan dari Afrika Selatan dalam rentang 15 tahun itu mampu menjamin ketersediaan daging, sehingga kebutuhan 30 tahun ke depan bisa diprediksi.
“Sistemnya berkelanjutan, sapi-sapi itu akan dikerjasamakan peternakannya ke kelompok peternak, sehingga setelah ini tidak ada lagi impor. Kebutuhan sapi dalam negeri bisa dipenuhi sendiri,” katanya.
Erinaldi menyebutkan untuk tahap pertama, sebanyak 3.000 ekor sapi akan datang ke Sumbar melalui pelabuhan Teluk Bayur. Setelahnya, impor itu dilakukan bertahap, sesuai kebutuhan daging dan areal peternakan di Sumbar.
Sebelumnya, Sumbar sempat melakukan pembelian sapi dari Australia. Namun, harga di Afsel dinilai lebih murah 60%, sehingga impor dialihkan ke negara paling selatan di benua hitam itu.
Selain harga, peralihan itu juga didukung perubahan regulasi impor sapi secara nasional. Sebelumnya penetapan sapi yang bisa diimpor harus lolos penyakit hewan secara keseluruhan di satu negara.
Namun aturan itu diganti dengan sistem koloni. Artinya penetapan sapi yang bebas penyakit tidak lagi secara keseluruhan satu negara, tetapi cukup satu daerah saja.
“Jadi meski secara keseluruhan Afrika masih ada yang tidak steril, namun ada daerah tertentu sapinya sudah steril, kita bekerjasama dengan daerah tersebut,” ujarnya.
Impor itu, kata Erinaldi, juga untuk memenuhi kebutuhan rumah potong hewan (RPH) di Payakumbuh yang kapasitasnya mencapai 100 ekor per hari. Harapannya dengan pasokan yang terpenuhi kebutuhan daging Sumbar dan daerah sekitarnya dapat terpenuhi.
Pemprov Sumbar juga menyiapkan agroport di Teluk Tapang, Pasaman Barat, dengan ketersediaan lahan 2.000 hektar, eks proyek ADB tahun 1980-an yang statusnya milik negara. Ke depan, pengiriman sapi tidak lagi melalui pelabuha Teluk Bayur, tetapi pelabuha Teluk Tapang.