Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sudirman Saad mengapresiasi berbagai pihak yang membantu proses penyelamatan paus yang terdampar di Teluk Waienga, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Dia mengharapkan kerjasama seluruh pihak ini dapat dicontoh dan dijadikan pembelajaran dalam upaya penyelamatan paus dan lumba-lumba yang terdampar di Indonesia.
“Ini juga merupakan salah satu contoh pelaksanaan jejaring kerjasama penanganan paus dan lumba-lumba yang terdampar yang sedang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (27/10/2014).
Sudirman memaparkan pihak yang membantu penyelamatan paus antara lain Masyarakat Desa Watodiri, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata, Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lembata, Angkatan Laut, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar.
Selain itu, penyelamatan juga didorong oleh dukungan WWF Coral Triangle Program, Apex Environmental, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Atlas South Sea Pearl, Seven Seas Liveaboard, dan Komunitas PA Lembata “Gempita”, Yayasan RASI, Whale Stranding Indonesia, APEX Environmental dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Sebelumnya, Teluk Waienga jadi perbincangan sebab 5 paus biru (Balaenoptera musculus) terperangkap di perairan pantai Desa Watodiri (Kimakama), Teluk Waienga, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur sejak Sabtu, 18 Oktober 2014.
Upaya penyelamatan paus biru ini menjadi penting karena hewan ini dilindungi dengan kategori Terancam Punah (Endangered) karena jumlahnya yang sudah sangat sedikit sekitar 5.000 hingga 12.000 ekor di seluruh dunia.
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Agus Dermawan menjelaskan salah satu penyebab terdamparnya paus biru ini adalah adanya gangguan polusi suara di dalam laut sehingga menyebabkan disorientasi pada hewan mamalia ini.
“Hal tersebut juga sudah menjadi topik pembahasan pada Convention of Bio Diversity (CBD)-Konvensi Keanekaragaman Hayati di Pyeongchang, Korean Selatan pada pekan lalu mengenai Anthropogenic Under Water Noise (polusi suara didalam air),” katanya.