Bisnis.com, PONTIANAK - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengapresiasi majelis hakim dalam perkara 11 warga Republik Rakyat China yang menambang secara ilegal di Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu.
"Hukuman itu wajar diberikan, dan sesuai kesalahan yang dilakukan mereka," kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, Marius Marcellius TJ di Pontianak, Kamis (23/10/2014).
Ketua majelis hakim perkara tersebut, Torowa Daeli dalam sidang di PN Pontianak, Rabu (22/10), menjatuhkan hukuman selama 2 tahun penjara dan denda masing-masing Rp1 miliar kepada 11 warga Republik Rakyat China, lebih tinggi dari dakwaan JPU selama 10 bulan, serta denda Rp1 miliar.
Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal secara bersama di Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu. Hal-hal yang memberatkan yakni para terdakwa terbukti secara hukum melakukan pertambangan di kawasan hutan lindung, dan telah merusak lingkungan. Adapun yang meringankan, yakni para terdakwa selama persidangan bersikap sopan.
Terhadap denda masing-masing Rp1 miliar tersebut dibebankan kepada terdakwa, kalau tidak dibayar, maka hukumannya ditambah masing-masing empat bulan, sementara barang bukti, yakni dua unit eksavator dirampas untuk negara, serta membebankan biaya perkara masing-masing kepada terdakwa Rp5.000.
Marius Marcellius menambahkan hal terpenting lainnya seiring keputusan itu adalah penindakan hukum tidak terhenti sampai di tingkat pekerja. "Perusahaannya, seharusnya ikut diproses lebih lanjut. Dan ada perintah untuk itu," katanya menegaskan.
Ia memberi apresiasi kepada sejumlah pihak yang mendukung penegakan hukum yang adil dalam kasus tersebut. "Ada dari mahasiswa, LSM, yang mendorong agar hukuman yang diberikan memberi rasa keadilan, sehingga perambahan hutan ke depan, semakin berkurang," kata dia.
JPU Kejaksaan Tinggi Kalbar, Abdul Samad mendakwa 11 tenaga kerja asing tersebut dengan pasal 158 UU No. 4 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, serta tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Menurut JPU pihaknya tetap pada tuntutan awal, yakni melanggar UU No. 4/2009 tentang Pertambangan, UU No. 18/2013 tentang Kehutanan, serta UU No. 32 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan tuntutan sepuluh bulan kurungan penjara.
Pertimbangan hakim atas putusan itu, yakni PT Cosmos Inti Persada (PT CIP) selaku yang punya izin pertambangan telah mengalihkan izinnya kepada perusahaan asing milik warga RRT, yakni MR Lee sejak tahun 2011 yang kini statusnya masuk daftar pencarian orang.