Bisnis.com, BEIJING - China mencatatkan pertumbuhan ekonomi 7,3% pada kuartal III/2014, melambat setelah tumbuh masing-masing 7,4% dan 7,5% pada kuartal pertama dan kedua, menggarisbawahi kebutuhan negara tersebut akan pengucuran stimulus.
Pertumbuhan kuartal III tersebut juga merupakan yang terlemah sejak krisis finansial global menimpa dunia 2008-2009 lalu, meski lebih tinggi dari proyeksi analis yang disurvei Bloomberg dan Reuters yakni naik 7,2%. Adapun, China tumbuh total 7,4% pada periode Januari-September.
Sejumlah faktor ditengarai menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan Negeri Panda. Laporan Biro Statistik Nasional China menunjukkan kenaikan permintaan ekspor dan ekspansi sektor jasa tidak mampu menutupi kerugian dari kelesuan pasar properti dan perlemahan investasi.
“Produk domestik bruto (PDB) mencatatkan kenaikan lebih dari estimasi, mungkin terbantu oleh pertumbuhan sektor jasa. Pemerintah China harus tetap memantau situasi sektor properti,” ungkap analis UBS, Wang Tao di Hong Kong, merespons laporan PDB.
Adapun, investasi aset tetap mencatatkan kenaikan 16,1% dalam sembilan bulan pertama tahun ini dari periode sama tahun lalu, laju terlemah sejak 2001. Di saat yang sama, sektor jasa mencatatkan ekspansi 7,9% dan sektor manufaktur tumbuh total 7,4%.
Wang menambahkan bahwa upaya pemerintah yang telah merelaksasi kontrolnya pada pasar properti dan mengimplementasi beberapa pelonggaran untuk menaikkan penjualan real estat diharapkan segera menunjukkan hasil sehingga mampu mengangkat laju pertumbuhan ekonomi kuartal terakhir.
Meski demikian, Wang menyatakan ia pesimistis terhadap pertumbuhan kuartal terakhir jika sektor-sektor yang selama ini menjadi andalan China seperti industri manufaktur, belum menunjukkan performa baik.