Bisnis.com, BEIJING - Menyusul lemahnya kinerja sejumlah indikator pertumbuhan ekonomi, Pemerintah China disarankan untuk memangkas target pertumbuhannya tahun ini dan tahun depan.
Jika tetap ambisius, negara tersebut dinilai justru akan sulit kembali pada era pertumbuhan masif.
Ekonom Societe Generale SA, Yao Wei menyampaikan jika Pemerintah Negeri Panda tetap mempertahankan target pertumbuhannya tahun ini, Beijing tidak akan memiliki ruang untuk mengimplementasikan reformasi struktural.
“Belum lama ini para pengambil kebijakan menyampaikan bahwa berapa pun angka pertumbuhannya, yang paling penting adalah penciptaan tenaga kerja. Itu artinya, pemerintah menoleransi pertumbuhan yang lebih rendah,” ungkap Yao di Beijing, Jumat (17/10/2014).
Dia menyatakan ekspektasinya agar pemerintah menetapkan rentang pertumbuhan 7%-7,5%, mengingat saat ini sepertinya pemerintah belum akan menoleransi pertumbuhan di bawah 7%. Seperti diketahui, Perdana Menteri Li Keqiang beberapa waktu lalu menuturkan ia tak mempersoalkan angka pertumbuhan selama dapat menciptakan lapangan kerja.
Adapun, sejumlah ekonom yang disurvei Bloomberg memprediksi pemerintah akan segera memangkas target pertumbuhan tahun depan menjadi 7% dari trget 7,5% tahun ini. Adapun, China diprediksi tumbuh 7,2% kuartal III tahun ini setelah tumbuh masing-masing 7,4% dan 7,5% pada dua kuartal awal lalu.
Perlambatan pada kuartal III merujuk pada belum berhasilnya pemerintah menangkal dampak negatif dari keterpurukan pasar properti yang menyumbang 15% terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun lalu dan berkaitan dengan lebih dari 40 industri lain.
Perdana Menteri Li Keqiang lebih memilih untuk mempertahankan kebijakannya daripada harus mengucurkan stimulus untuk menggerakkan pertumbuhan. Jika tidak meleset, pertumbuhan kuartal III akan menjadi pertumbuhan paling lambat dalam lebih dari lima tahun terakhir.
Juli lalu, International Monetary Fund (IMF) pun sempat mendorong China untuk memangkas target pertumbuhan ke rentang 6,5%-7% untuk 2015 mendatang, merujuk pada risiko yang dapat berasal dari pasar real estat dan tingginya utang negara.