Bisnis.com, BEIJING--Meski Perdana Menteri Li Keqiang telah menetapkan sejumlah kebijakan pelonggaran, masyarakat China hingga kini tidak menunjukkan intensi untuk memasuki pasar properti, seiring berangsurnya penurunan harga real estat negara tersebut.
Hal ini memperkuat spekulasi bahwa sektor yang menyumbang porsi 15% pada produk domestik bruto (PDB) 2013 lalu, semakin membebani pertumbuhan ekonomi China.
Analis kredit Standard & Poor’s Bei Fu menyampaikan ketidakpastian tingkat harga di masa depan menjadi faktor terbesar yang mendorong masyarakat untuk tidak memasuki pasar properti. Sebagian besar pembeli masih memprediksi harga properti akan terus turun.
“Dalam jangka panjang, kebijakan bank sentral yang melonggarkan pembelian rumah kedua dan mengurangi persyaratan pinjaman kita harapkan dapat meningkatkan permintaan,” jelas Bei Fu di Hong Kong, Kamis (16/10/2014).
Sejauh ini, Pemerintah Negeri Panda telah menurunkan persyaratan uang muka pembelian rumah, memangkas suku bunga kredit pembelian rumah (KPR), dan melonggarkan beberapa restriksi lain. Sayangnya, Golden Week yang biasanya merupakan puncak pembelian rumah, tahun ini berlangsung sepi.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh analis Guotai Junan Securities Co, Donal Yu. Ia menyampaikan kini masyarakat tengah wait and see atas situasi pasar properti, dan tidak sepenuhnya enggan membeli real estat.
“Jadi, para pembangun harus memastikan kestabilan harga,” tambah Donald Yu.