Bisnis.com, TOKYO--Bank of Japan (BoJ) menegaskan belum akan menghentikan stimulus dalam waktu dekat, karena kebijakan tersebut belum menunjukkan hasil yang diinginkan yaitu capaian inflasi 2%.
Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan kebijakan pelonggaran atau quantitative and qualitative easing (QQE) tidak mengenal deadline dan akan disesuaikan dengan situasi sektor perekonomian lain.
“Kami telah sampaikan bahwa akan konsisten mengejar target inflasi 2% dan mempertahankan kebijakan QQE hingga inflasi stabil. Tidak ada deadline untuk kebijakan ini,” ungkap Kuroda di hadapan parlemen di Tokyo, Kamis (16/10).
Komentarnya tersebut merespons pernyataan bekas ekonom bank sentral Jepang, Hideo Hayakawa yang hari sebelumnya meminta Kuroda untuk ‘menyerah’, dengan alasan ambisi tersebut akan semakin melukai daya beli masyarakat karena harga mengalami kenaikan tanpa kenaikan upah yang signifikan.
Menurut Hayakawa, kini disaat harga-harga meningkat 1% dan situasi tenaga kerja terkendali, bank sentral perlahan dapat secara berangsur mencapai target inflasi. Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Jepang terancam semakin stagnan jika BoJ terburu-buru mengejar target tersebut.
Sebelumnya, sejumlah akademisi Jepang juga telah memperingatkan otoritas fiskal dan moneter Jepang bahwa pelonggaran ekstra negara tersebut dapat menjebak Jepang pada hiperinflasi. Menepis kekhawatiran tersebut, Kuroda meyakinkan bahwa kebijakannya hanya diimplementasikan hingga harga-harga mulai stabil.
“Kita tidak akan membiarkan inflasi melampaui target 2%,” katanya beberapa waktu lalu. Kuroda menegaskan saat ini terlalu cepat untuk memperdebatkan mengenai hingga kapan Jepang harus menghentikan implementasi kebijakan longgar.
Seperti diketahui, BoJ berkomitmen untuk dengan agresif menarik Jepang dari deflasi yang membelit Jepang belasan tahun. April 2013 lalu, BoJ berjanji melipatgandakan uang beredar melalui program pembelian aset.