Bisnis.com, BEIJING - Kendati impor yang merupakan salah satu indikator belanja domestik mengalami kenaikan, inflasi September China kembali melambat menyusul penurunan harga sejumlah komoditas di negara tersebut.
Biro Statistik Nasional China melaporkan inflasi September berada di level 1,6% (year-on-year), melambat dari bulan sebelumnya 2% sekaligus lebih rendah dari ekspektasi Kantor Statistik yaitu inflasi 1,7%.
Ekonom Credit Agricole CIB, Dariusz Kowalczyk menyampaikan para pengambil kebijakan China hendaknya waspada menjaga laju penurunan harga komoditas, mengingat saat ini harga properti negara tersebut belum kunjung pulih.
"China patut waspada atas risiko disinflasi dari harga komoditas global. Inflasi rendah merupakan salah satu alasan kebutuhan pelonggaran moneter dan fiskal," ungkap Kowalczyk di Hong Kong, merespons laporan inflasi.
Dia menilai, tanpa kebijakan akomodatif, akan sulit bagi Beijing mencegah risiko deflasi yang kini tengah mengintai China. Sejumlah ekonom meyakini otoritas moneter lebih memilih untuk memangkas tingkat suku bunga.
Ekonom lainnya menggarisbawahi indeks harga produsen yang juga mengalami penurunan 1,8% pada September yang merupakan penurunan pada bulan ke-31, terdampak oleh penurunan harga minyak dan baja.
"Kami harap pengambil kebijakan segera mengambil tindakan untuk menstabilkan pemulihan. Belakangan, spekulasi pemangkasan tingkat suku bunga menguat," ungkap ekonom Shenyin&Wanguo; Securities, Li Huiyong.
Li merujuk pada perlemahan permintaan domestik yang mengekang ketetapan harga perusahaan dan memangkas margin keuntungan, sehingga merentankan neraca keuangan mereka.