Bisnis.com, TOKYO – Lembaga sekuritas dan investasi multinasional The Goldman Sachs Group Inc memangkas estimasinya atas pertumbuhan ekonomi Jepang menjadi 0,1% tahun ini dari sebelumnya 0,3%.
Goldman Sachs merujuk pada belanja konsumen negara tersebut yang tak kunjung pulih pascakenaikan pajak penjualan April lalu.
Ekonom Goldman Sachs untuk Jepang, Naohiko Baba dan Yuriko Tanakan dalam laporannya pun memangkas pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal III menjadi 2,9% dari sebelumnya 3,8%.
“Bulan lalu [September] sentimen konsumen kembali jatuh, terlihat dari data belanja yang menunjukkan performa buruk. Perekonomian dan harga-harga akan menjadi kabar buruk bagi bank sentral,” ungkap Baba-Tanaka di Tokyo, Senin (13/10/2014).
Adapun, sebelumnya lembaga moneter dunia International Monetary Fund (IMF) juga memangkas pertumbuhan Jepang menjadi 0,9% tahun ini dari sebelumnya 1,4%. IMF juga melihat dampak negatif dari kebekuan konsumsi dari kenaikan pajak 3 persentase poin April lalu.
IMF bahkan menyebut Jepang dapat terjebak pada pertumbuhan stagnan atau yang disebut IMF sebagai Lost Decade, jika gagal menggerakkan permintaan konsumen dan menekan lambungan utang publik. Untuk meminimalisasi risiko, IMF menekankan Jepang untuk segera menaikkan pajak penjualan.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Negeri Sakura terhambat oleh bekunya belanja konsumen yang berlangsung hingga 6 bulan setelah Perdana Menteri Shinzo Abe awal April lalu menaikkan pajak penjualan menjadi 8% dari sebelumnya 5%.
Padahal, dalam risetnya yang dipublikan Januari lalu, Goldman Sachs amat meyakini Abe yang kala itu belum lama menjabat, dapat mengatasai deflasi belasan tahun.
“Prospek pertumbuhan Jepang tahun ini [2014] akan melejit dari tahun sebelumnya, seiring misi utama Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menyudahi deflasi dan mengimplementasikan reformasi struktural,” ungkap Direktur Divisi Japan Equity Strategist Goldman Sachs, Kathy Matsui Januari lalu.
September lalu, ketidakpercayaan diri konsumen mencapai titik terlemah, terlihat dari indeks confidence yang anjlok ke level -20,4, kejatuhan terbesar dalam lebih dari 3 tahun. Faktor ini menjadi sebab utama kontraksi ekonomi Jepang 7,1% kuartal II lalu, terdalam sejak 5 tahun.
Di sisi lain, Bank of Japan (BoJ) telah membeli sekitar 7 triliun yen atau setara US$65 miliar utang pemerintah setiap bulannya untuk mengejar target inflasi 2%. Akhir pekan lalu Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda menyampaikan BoJ siap untuk membeli lebih banyak aset dan mengucurkan stimulus jika dibutuhkan.
Baba dan Tanaka menyampaikan, Januari adalah waktu yang sesuai jika para pengambil kebijakan negara tersebut berencana kembali menetapkan stimulus (quantitative easing). Hal ini sejalan dengan estimasi ekonom yang disurvei Bloomberg.
Ketidakpastian laju ekonomi Jepang telah menimbulkan pro dan kontra mengenai rencana penetapan kenaikan pajak penjualan berikutnya oleh Shinzo Abe. Untuk menekan laju utang publik, Abe berencana menaikkan pajak penjualan menjadi 10% pada 2015 mendatang.