Bisnis.com, BANGKOK--Upaya Pemerintah Thailand yang untuk menarik negara tersebut dari risiko kontraksi dinilai tidak akan berdampak signifikan, mengingat masih rendahnya kinerja ekspor dan belanja domestik terdampak kisruh politik beberapa waktu lalu.
Ekonom Tisco Securities Co Kampon Adireksombat mengatakan saat ini Thailand memang tengah berada dalam posisi sulit. Isu ketidakamanan masih mendominasi semenjak Jenderal Prayuth Chan-Ocha menduduki kursi perdana menteri.
“Pemulihan pada semester kdua tidak sekuat yang kita harapkan karena lemahnya ekspor dan permintaan domestik,” ungkap Adireksombat di Bangkok, Rabu (8/10/2014).
Adapun, kabinet Pemerintah Thailand pekan lalu menyetujui usulan bujet negara yang senilai 364,5 miliar baht atau setara US$11 miliar untuk tahun fiskal mendatang. Deputi Perdana Menteri Pridiyathorn Devakula menyampaikan nilai tersebut mampu mengerek pertumbuhan ekonomi.
Pihak kabinet menyampaikan bahwa selama 2014-2015 akan mempercepat belanja melalui proses pembangunan 380 proyek bernilai 429,2 miliar baht.
Sementara itu, World bank memprediksi Thailand akan tumbuh 1,5% pada tahun ini, terendah di antara negara-negara lain di Asia Tenggara. Adapun pada 2015, Thailand diestimasi tumbuh 3,5%.
“Malaysia tumbuh tinggi, begitupun Indonesia. Namun tahun ini Asean-5 secara umum tumbuh melambat,” ungkap ekonom World Bank untuk Asia Timur-Pasifik, Sudhir Shetty. Adapun Asean-5 yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.