Bisnis.com, SAO PAULO -- Proses pemilihan presiden Brasil semakin sengit, kini petahana Dilma Rousseff harus melawan kandidat probisnis, Aecio Neves yang kerap mengkritik kebijakan-kebijakan ekonomi Rousseff.
Putaran pertama yang digelar 5 Oktober menempatkan Rousseff di posisi pertama dengan perolehan 41,4%, Neves menyusul dengan 33,8%. Adapun kandidat yang dijagokan sejak awal, Marina Silva, harus puas dengan sisanya. Perolehannya anjlok akibat sebuah iklan yang menyudutkannya.
"Putaran kedua akan lebih sulit bagi kami. Jumlah kandidat tinggal 2 dan perolehan suara lebih kecil dari kami harapkan," ungkap salah seorang tim kampanye Rousseff, Senin (6/10/2014).
Rousseff dan Neves memiliki waktu 3 minggu untuk kembali mengumpulkan suara. Adapun, Neves sebelumnya kerap mengkritik Rousseff yang dinilai mematikan mesin perekonomian beberapa tahun terakhir.
Di sisi lain, pandangan masyarakat terhadap Neves cukup baik, mengingat ia adalah putra seorang politisi kecintaan masyarakat Brasil, Tancredo Neves, yang terpilih menjadi presiden Negeri Samba pada 1985 namun meninggal sebelum dilantik.
"Neves menjadi kompetitor yang amat sulit bagi Rousseff," ungkap analis politik, Andre Cesar. Cesar merujuk pada dukungan investor pada tokoh probisnis tersebut.
Sementara itu, Rousseff yang sebelumnya diprediksi tidak akan terpilih kembali, melaju ke posisi tertinggi akibat kampanyenya yang menyuarakan bahwa dia mampu mengangkat jutaan rakyat Brasil dari kemiskinan, serta mempersempit gap kaya dan miskin.
Data juga menunjukkan Rousseff mampu menekan angka pengangguran negara tersebut. Selain itu, ia pun mendapat dukungan dari presiden Brasil sebelum dirinya, Luiz Inacio Lula da Silva.
Namun tetap saja, inflasi tinggi pascaperhelatan Piala Dunia 2014 yang mendorong turunnya ribuan orang ke jalan memprotes Rousseff dan tersohornya birokrasi sulit negara tersebut untuk melakukan bisnis, sempat mereduksi dukungan pada Rousseff.
"Dilma telah mengupayakan segala cara, ia butuh waktu untuk menyempurnakan janjinya," ungkap salah seorang pendukung presiden perempuan pertama Brasil tersebut, Rosilene Silva.
Adapun 4 dari 5 negara The Fragile Five yaitu Brasil, Turki, India, dan Indonesia pada tahun ini memiliki pemimpin baru.
Baik presiden maupun perdana menteri terpilih diharapkan memiliki kebijakan ekonomi yang mampu menekan defisit transaksi berjalan yang besar, yang merentankan perekonomian negara.