Bisnis.com, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Dirut Perum Perhutani Bambang Sukmananto sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.
Pemanggilan tersebut juga terkait dengan perintangan penyidikan dengan tersangka Presiden Direktur PT Sentul City sekaligus presiden komisaris PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala. “Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka KCK (Kwee Cahyadi Kumala),” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (6/10/2014).
Selain Bambang, KPK juga memeriksa 11 saksi lain untuk Cahyadi yakni karyawan Bank CIMB Niaga Cab. BEJ/Sub Branch Manager CIMB Niaga Sentral Senayan II Dine Yulia Melanie, pihak swasta Yulianah, teller Bank CIMB Niaga Cabang BEJ Jakarta Rosari Susianti Manulang, pegawai negeri sipil di pemerintah kabupaten Bogor Ricky Mudzakir, Kepala teller Bank BCA Cabang Pembantu Melawai Dwi Soehartono.
Selanjutnya, Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor Burhanudin, pegawai bagian Keuangan PT Fajar Abdi Masi Lusiana Herdin, Kepala Bidang kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Zahara Hanoum, Sekretaris Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemkab Bogor Unzilatir Rohmah, Kepala Sie Pelayanan Usaha, Dinas Pertanahan dan Kehutanan Pemkab Bogor Judi Rachmat Sulaeli dan pihak swasta Ahmad Qadar Isman.
Pada 30 September 2014, KPK menetapkan Cahyadi sebagai tersangka pemberi suap kepada Bupati Bogor Rachmat Yasin untuk memberikan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan dan dugaan perintangan penyidikan karena upaya mempengaruhi saksi.
KPK pada hari yang sama langsung menjemput paksa Cahyadi Kumala di restoran Taman Budaya Sentul City karena diduga mempengaruhi saksi-saksi dalam kasus tersebut.
KPK menyangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.
Selanjutnya KPK juga menyangkakan dugaan perbuatan merintangi penyidikan berdasarkan pasal 21 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau minimal Rp150 juta dan maksimal Rp600 juta.