Bisnis.com, JAKARTA—Shimizu Corporation yang tidak puas atas putusan sela majelis yang menolak eksepsi absolut mereka pada perkara No. 215/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst akhirnya mengajukan upaya hukum banding.
Kuasa hukum Shimizu Corporation Ahmad Irfan Arifin dari Lubis Santosa Maramis Law Firm mengatakan perkara yang menyangkut proyek Mass Rapid Transit Jakarta tersebut sudah masuk ranah kebijakan pemerintah. Adapun, banding tersebut diajukan pada 4 September 2014.
“Majelis memutuskan mempunyai kewenangan untuk memeriksa kendati mereka sudah mengakui bahwa ini adalah tindakan eksekutif dalam ranah kebijakan. Itu telah menjadi poin kami dalam mengajukan banding,” kata Irfan kepada Bisnis.com, Kamis (2/10/2014).
Dia menjelaskan kebijakan proyek MRT tersebut diimplementasikan dengan serangkaian peratuan dan sudah melalui rapat paripurna di legislatif karena menyangkut fungsi anggaran. Proses pengambilan tindakan eksekutif melalui legislatif membutuhkan persetujuan anggaran pusat dan daerah.
Menurutnya, tindakan pemerintah tersebut tidak boleh diuji kembali di pengadilan karena sudah menjadi ranah eksekutif dan legislatif. Namun, majelis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tetap menolak eksepsi tersebut pada 2 September 2014.
“Menolak eksepsi tergugat dan PN Jakarta Pusat akan memeriksa dan mengadili gugatan ini. Memerintahkan kedua pihak untuk masuk dalam pokok perkara,” kata Ibnu Basuki Widodo dalam amar putusannya saat itu.
Irfan menuturkan berdasarkan hukum acara, pengajuan upaya banding akan diperiksa secara bersama-sama jika pihak Shimizu kembali kalah dalam putusan pokok perkara. Saat ini, proses persidangan sudah memasuki pengajuan bukti-bukti untuk mendukung argumentasi Shimizu.
Dia berpendapat gugatan yang diajukan PT Dextam Contractors tidak didukung dengan dalil-dalil yang berdasar dan bukti-bukti yang valid. Shimizu mengklaim telah berpedoman pada ketentuan hukum dalam membentuk dan menjalankan joint operation dengan PT Shimizu Bangun Cipta Kontraktor (SBCK).
Menurutnya, tidak ada satupun pelanggaran yang dilakukan oleh Shimizu dalam mendirikan perusahaan patungan tersebut. Bahkan, otoritas terkait juga tidak pernah mempermasalakan proyek konstruksi Shimizu yang dilaporkan oleh Dextam.
“Kami punya keyakinan majelis sangat memahami permasalahan ini. Dia akan mengutamakan kepentingan publik,” ujarnya.
Dalam proyek MRT terdapat beberapa konsorsium di antaranya Shimizu, dua perusahaan Jepang, dan satu kontraktor dalam negeri. pihaknya mengklaim Shimizu sebagai kontraktor utama yang sangat krusial dalam proyek tersebut.
Secara terpisah, kuasa hukum Dextam Aldy Dio dari dari OC Kaligis & Associates mengatakan upaya hukum banding merupakan hak tergugat. Namun, perkara tersebut bukan menitikberatkan pada proyek MRT.
“Inti dari gugatan yang kami daftarkan adalah mengenai penelantaran kerja sama yang telah dibangun antara penggugat dengan tergugat. Kami sudah menelan banyak kerugian atas tindakan mereka,” kata Aldy melalui pesan singkat yang diterima Bisnis.com, Kamis (2/10/2014).