Bisnis.com, BRASIL – Brasil dinilai gagal mengimplementasikan reformasi pada berbagai sektor perekonomiannya, ditandai dengan tidak bertahannya pertumbuhan masif negara tersebut yang sempat berlangsung beberapa tahun lalu.
Presiden Brazil’s Foreign Trade Association (FTA) Jose Augusto de Castro menyampaikan Brasil tidak berupaya maksimal menggenjot ekspor komoditasnya yang sempat menjadi nadi pertumbuhan pada beberapa tahun terakhir, mendorong bergabungnya Brasil pada kelompok negara berkembang dengan pertumbuhan masif, BRICS.
De Castro merujuk pada kegagalan bekas Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva yang pada 2004 lalu meningkatkan hubungan multirateralnya dengan sejumlah negara Asia terutama China, untuk mempertahankan pertumbuhan dalam negeri.
“Pada 2004 itu, sektor manufaktur berkontribusi lebih dari separuh ekspor Brasil, begitupun dengan komoditas. Kontras, Agustus lalu produksi industri anjlok 37% dan produksi barang jadi hanya setengahnya [dari produksi 2004],” jelas de Castro di Brasil, Senin (22/9/2014).
Pertumbuhan Brasil kini stagnan, tekontraksi 0,6% pada kuartal II setelah susut 0,2% pada kuartal sebelumnya. Sejumlah ekonom yang disurvei Bank Sentral memprediksikan Brasil akan tumbuh 0,33% tahun ini, laju paling lambat sejak krisis finansial global. Presiden Brasil saat ini Dilma Rousseff dinilai tidak mampu mengerek kembali pertumbuhan Brasil.
Dilma yang merupakan presiden perempuan pertama Brasil ini dikenal sebagai penganut kebijakan ekonomi sayap kiri. Ia akan kembali bertaruh sebagaiincumbent untuk kembali memimpin Brasil, melawan Marina Silva.
Keterpurukan ekonomi menjadi isu utama yang diprediksi akan menjadi penghalang Dilma untuk kembali terpilih. Apalagi, inflasi Brasil capai level tertinggi di akhir masa kepemimpinannya.
Brasil dibelit inflasi tinggi, yang diperparah dengan didaulatnya Negeri Samba sebagai tuan rumah penyelenggara World Cup 2014. Di tengah masih tingginya tingkat kemiskinan, harga-harga naik hingga 400% saat pesta sepak bola dunia berlangsung.
Data yang dipublikasikan Agensi Statistik Nasional Brasil menunjukkan inflasi Agustus mencapai 6,51%, berada di atas rentang toleransi negara tersebut yaitu 6,50%. Brasil dinilai harus berupaya keras mengembalikan kepercayaan konsumen, bisnis, dan investor.
“Sepuluh tahun terakhir merupakan tahun emas perdagangan dunia, namun Brasil justru gagal mengambil keuntungan dari momen tersebut. Persoalan struktural dan infrastruktur membuat Brasil kalah berkompetisi,” kata de Castro.
Setelah Lula gagal mengambil keuntungan dari kunjungannya ke China 2004 lalu, kondisi diperparah dengan buruknya hubungan Brasil dan negara perekonomian terbesar dunia, Amerika Serikat.
Pada 2013, Dilma menunda pembahasan hubungan bilateralnya dengan AS setelah mengetahui bahwa sistem komunikasinya dipantau oleh National Security Agency dan AS membobol beberapa dokumen penting Brasil