Bisnis.com, EDINBURGH – Mendekati 18 September di mana warga akan menggunakan hak memilihnya, ketegangan antara Skotlandia dan Inggris semakin memuncak mengingat belum terprediksi jelas pihak mana yang akan menang.
Beberapa survei yang dilakukan pihak swasta memunculkan perbedaan angka yang tipis. Survei yang dilakukan ICM Research misalnya, menunjukkan porsi 54-46 di mana 54% warga Skotlandia diprediksi ingin melepaskan diri dari Inggris.
Survei serupa yang dilakukan oleh Opinium Research menunjukkan fakta sebaliknya, di mana 53% penduduk Skotlandia diprediksi masih ingin menggantungkan diri dengan Negeri Ratu Elizabeth, dan 47% yang menyatakan sebaliknya.
Jelas kondisi ini memunculkan kebingungan bagi kedua pihak, menyambut hari vote pekan depan. Saat ini kedua negara masih berdebat mengenai seperti apa kondisi ekonomi Skotlandia jika negara tersebut berpisah dengan negara yang telah 307 tahun ‘mengasuhnya’.
“Survei menunjukkan referendum telah mencapai puncaknya. Ini akan membuktikan upaya kami yang menginginkan kemerdekaan bagi Skotlandia,” ungkap koordinator gerakan Yes Scotland, Blair Jenkins pada Bloomberg melalui surat elektronik, Minggu (14/9).
Di sisi lain, gerakan nasionalis Skotlandia mengatakan Perdana Menteri Inggris David Cameron telah ‘menakut-nakuti’ pelaku bisnis Skotlandia, dengan mengatakan pemisahan diri dari Inggris akan berdampak buruk bagi bisnis mereka.
Cameron dinilai telah mengiring opini pelaku bisnis melalui isu ketidakpastian ekonomi dan finansial agar memilih tetap berganbung dengan Inggris.