Bisnis.com, KUALA LUMPUR – Mata uang negara-negara Asia mencatatkan penurunan terbesar sejak April, seiring menguatnya spekulasi atas kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve.
Para dewan The Fed akan kembali meninjau putusan tersebut pada pekan depan, setelah mengevaluasi laporan tenaga kerja negara tersebut yang memoderat.
Pada saat yang sama, pertumbuhan kredit konsumen Negeri Paman Sam pun melampaui estimasi ekonom.
Jika negara perekonomian terbesar dunia tersebut menaikkan suku bunganya, yield aset negara-negara berkembang atau emerging market akan berkurang daya tariknya.
“Kini masyarakat mengubah cara pandangnya terhadap kebijakan moneter AS.
Kondisi tenaga kerja membaik lebih cepat dari prediksi, dan ini akan mendorong kenaikan suku bunga yang lebih cepat,” kata ekonom ING Groep NV, Tim Condon.
Data kompilasi Bloomberg menunjukkan won Korea Selatan melemah total1,1% pada September, rupee India jatuh 0,4%, dan baht Thailand turun 0,7%.
Baht Thailang mencatat penurunan terbesarnya dalam kurun waktu sebulan, setelah pihak asing menarik dana US$499 juta dari obligasi mata uang lokal negara tersebut. adapun Bank of Thailand diprediksi mempertahankan suku bunga 2% pada 17 September mendatang.
“Investor global telah memangkas instrumen utang mereka di Thailand dan beberapa pasar negara berkembang seiring pertumbuhan ekonomi AS mendongkrak dolar,” kata ekonom Kasikorn Asset Management Co, Chajchai Sarit-Apirak di bangkok.
Beberapa mata uang negara Asia lain seperti peso Filipina telah jatuh 0,6% menjadi 43,915 per dolar dan rupiah Indonesia jatuh 0,5% ke level 11.818 per dolar. Ringgit Malaysia melemah 0,5% menjadi 3,1972.
Adapun The Fed diprediksikan akan menaikkan suku bunga sebesar 0,5% pada Juli 2015 mendatang. Sejak 2008, AS telah mempertahankan tingkat suku rendah 0,25% sejak 2008 untuk menggenjot pertumbuhan negara tersebut.