Bisnis.com, JAKARTA - Ide pemilihan kepala daerah (gubernur, wali kota dan bupati) oleh DPRD dinilai merupakan bentuk kekecewaan terhadap hasil pemilihan presiden dan wakil presiden pada 9 Juli lalu.
"Ini bukan soal untung atau rugi, tetapi ini merupakan efek polarisasi pilpres. Masih dalam ideologi kalah menang pada pertarungan Pilpres lalu," kata David Pandi, Pembantu Rektor bidang Akademik Universitas Nusa Cendana, Selasa (9/9).
Koalisi Merah Putih yang berisikan partai politik pendukung capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa - Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional - mengusulkan penghapusan sistem pilkada langsung dan diganti dengan pemilihan melalui DPRD sebagaimana diusulkan dalam RUU Pilkada yang diajukan pemerintah.
"Ini bukan soal untung atau rugi, tetapi ini merupakan efek polarisasi pilpres. Masih dalam ideologi kalah menang pada pertarungan Pilpres lalu".
Pandi menilai elite yang terbelah dalam proses pemilu presiden lalu, akan terus berupaya membawa keretakan dalam proses untuk saling mengalahkan satu sama lainnya.
"Sikap elite saat ini saya menganalogkannya dengan gelanggang tinju. Mereka yang kalah selalu mencari arena baru untuk "fight", termasuk RUU Pilkada, revisi UU MD3, pembentukan pansus pemilu dan masih banyak lainnya," katanya.
Dia mengkhawatirkan kondisi saling 'balas dendam' ini akan menyengsarakan rakyat karena pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan disibukkan dengan urusan politik menghadapi manuver Koalisi Merah Putih.
"Betapa pesimisnya rakyat memandang negeri ini ke depan karena selalu berhadapan dengan para elite yang terus mencari arena untuk mencari kemenangan".
Tomy Susu, peneliti otonomi daerah dari Universitas Katolik Widya Mandiri Kupang menilai gagasan untuk mengembalikan pilkada melalui DPRD, tidak sejalan dengan filosofi demokrasi.
"Gagasan mengembalikan pilkada melalui DPRD, tidak menyelesaikan masalah karena tidak sejalan dengan filosofi demokrasi dan partisipasi masyarakat dalam menentukan figur pemimpin yang layak dan pantas memimpin daerah," tegasnya.