Bisnis.com, SORONG--Seiring menggeliatnya industri perikanan, perusahaan plat merah PT Perikanan Nusantara cabang Sorong menargetkan laba usaha Rp6 miliar tahun ini, naik dua kali lipat dari realisasi tahun lalu Rp3,1 miliar.
Kepala PT Perikanan Nusantara (Perinus) cabang Sorong Srinona Kadarisman mengatakan pengembangan perikanan terpadu yang dicanangkan sejak 2013 yang lalu, membuat kinerja perseroan membaik, sekaligus lepas dari keterpurukan.
"Sebelum 2013, Perinus selalu tercatat rugi. Namun, kondisi ini berbalik setelah perusahaan mengembangkan perikanan secara terpadu, dengan melibatkan nelayan setempat," ujarnya, Jumat (5/9/2014).
Srinona menjelaskan nelayan setempat menjadi faktor penting bagi perusahaan karena membantu meningkatkan produksi tangkap ikan perusahaan.
Dalam kemitraannya, perusahaan membina 500 nelayan guna menjaga mutu hasil ikan tangkapan sesuai dengan permintaan pasar.
Dia mengaku perusahaan memberikan jaminan harga tinggi terhadap hasil tangkapan nelayan. Hal itu dikarenakan permintaan ikan dari pasar internasional masih sangat besar, terutama negara-negara dari Asia, seperti Filipina, Singapura, Jepang hingga Korea Selatan.
"Kami butuh para nelayan untuk meningkatkan produksi ikan tangkapan, sekaligus memenuhi permintaan. Saat ini, kapal tangkap milik perusahaan hanya sebanyak dua unit, dengan daya tampung 12 ton per unit. Rencananya ke depan, kami akan tambah lagi kapalnya," tuturnya.
Sekadar indormasi, Perinus memperoleh pendapatan sebesar Rp17 miliar sepanjang 2013. Rencananya, perusahaan menargetkan pendapatan sebesar Rp22,13 miliar, atau naik 30%. Adapun, investasi yang dikeluarkan Perinus sejak September 2012 hingga sekarang Rp7,2 miliar.
PEMBATASAN SOLAR
Srinona mengklaim meningkatnya pendapatan juga diikuti meningkatnya kesejahteraan nelayan setempat. Kendati demikian, lanjutnya, adanya pembatasan solar justru menjadi ancaman cukup serius, baik nelayan maupun perusahaan.
Menurutnya, pembatasan BBM menyebabkan produktivitas nelayan merosot, bahkan banyak yang tidak melaut lagi. Hal itu terlihat dari banyaknya kapal nelayan yang diposisikan terbalik di sepanjang pesisir pantai di Kampung Pulau Buaya.
Srinona mengaku sebenarnya perusahaan mengusulkan kepada pejabat terkait untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBN). Sayangnya, usulan tersebut justru ditolak. Rencananya, usulan tersebut akan disampaikan kembali melalui Menteri BUMN.
Dia juga menyayangkan kawasan timur Indonesia yang kaya akan minyak, termasuk Sorong ini, justru mengalami kesulitan akses ke BBM. "Memang ini mengherankan. Minyak kita [Sorong] banyak dan didistribusikan ke mana-mana, tetapi warga sendiri kesulitan mendapatkan BBM."
Berdasarkan pantauan Bisnis, antrian BBM terlihat di beberapa SPBU di daerah Sorong, Provinsi Papua Barat. Bahkan, dari pengakuan warga, antrian BBM sudah terjadi sebelum SPBU dibuka.
Warga asal Sorong yang tengah mengantri, John mengaku lelah dengan antrian yang panjang demi memperoleh BBM bersubsidi seperti solar. Menurutnya, antrean panjang itu sudah terjadi sejak 4 bulan yang lalu. "Saya lebih pilih harga naik daripada harus antre panjang," ujarnya.
Di tempat yang sama, Site Supervisor SPBU Coco 81.984.01 Sorong Pusat Penias menjelaskan antrian panjang terjadi karena adanya pengurangan jumlah SPBU yang menjual BBM subsidi tipe solar.
"Kondisi antrian panjang ini terjadi sejak diberlakukannya kebijakan pengurangan jumlah SPBU, dari sebelumnya empat SPBU yang beroperasi menjadi dua saja yang beroperasi," katanya.
Tak hanya itu, Penias menuturkan PT Pertamina (Persero) juga melakukan kebijakan pembatasan pasokan BBM subsidi. Menurutnya, Senin hingga Jumat, SPBU hanya dipasok 16 kiloliter per hari.
Sementara itu, pasokan untuk Sabtu naik menjadi 24 kiloliter. Berbeda dengan hari lainnya, pasokan untuk Minggu tidak diberikan.