Bisnis.com, TANGERANG -- Pemerintah Provinsi Banten selangkah lagi memiliki peraturan daerah perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di setiap kabupaten/kota sesuai dengan amanat UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Eneng Nurcahyati, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten mengatakan rancangan perda yang merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten telah memasuki tahap akhir dan tinggal menunggu penetapan.
“Awal Agustus raperda ini telah disidangkan dalam paripurna. Dan kini tinggal menunggu pengesahan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/8).
Berdasarkan Perda Provinsi Banten No. 2/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030, kawasan budi daya lahan pertanian pangan berkelanjutan berada di kawasan perdesaan yang diarahkan pada Kabupaten Serang, Tangerang, Pandeglang, dan Lebak.
Perda ini juga mengamanatkan jika di wilayah kota terdapat lahan pertanian pangan, lahan tersebut dapat ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk dilindungi sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan ini, maka dalam lampiran perda RTRW Provinsi Banten, indikasi program utama jangka menengah lima tahun mencantumkan Kota Serang dan Kota Cilegon diikutkan sebagai daerah yang memiliki lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Nandang Efendi, Kepala Bidang Statistik Produksi pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mengatakan laju penyusutan luas baku lahan pertanian Banten pada lima tahun terakhir mencapai 0,14% per tahun atau menghilang 273 hektare per tahun.
Berdasarkan data terbaru pada 2013, lanjutnya, luas baku lahan sawah yang tersebar di empat kabupaten dan empat kota di Banten tersisa 194.716 ha. Adapun rinciannya adalah sawah di Kabupaten Pandeglang tersisa 54.080 ha, Lebak 45.843 ha, Tangerang 38.644 ha dan Serang 45.024 ha.
Sementara luas baku lahan sawah di kawasan perkotaan seperti Tangerang tersisa 690 ha, Cilegon 1.746 ha, Serang 8.476 ha dan Tangerang Selatan hanya tersisa 213 ha.
Menurutnya, Kab. Tangerang merupakan wilayah dengan jumlah penyusutan tercepat seiring dengan pertumbuhan industri di kawasan ini.
Oleh karena itu, tuturnya, dengan memperhitungkan jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga kebutuhan lahan tempat tinggal terus meningkat, idealnya luas lahan pertanian pangan berkelanjutan yang ditetapkan DPRD Banten adalah sekitar 180.000 ha.
Selain itu, penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak boleh beralih fungsi harus dilihat dari karakteristik lahan pertanian produktif.
Dia mencontohkan karakter lahan pertanian di utara Banten seperti Kab. Serang yang dilalui sungai sangat cocok ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Permasalahannya, tutur dia, geliat pertumbuhan industri di Kabupaten Serang beberapa tahun terakhir sedang meningkat.
Oleh karena itu, dibutuhkan keseriusan DPRD dan pemerintah daerah dalam menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan ini.
“Jangan sampai yang ditetapkan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah lahan tandus, buat apa. Kecuali pemerintah menerapkan manajemen pertanian yang modern dengan mengubah lahan tandus menjadi produktif,” ujarnya kepada Bisnis.
Sementara itu, Eneng mengatakan belum mengetahui berapa luas lahan dan daerah mana saja yang akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan di Banten.
Menurutnya, penentuan luas dan daerah yang ditetapkan menjadi wewenang dari tiap kabupaten/kota yang bersangkutan.
“Seluruh kabupaten/kota sudah menetapkan. Yang jelas rincian lahan yang akan dilindungi sesuai dengan RTRW kabupaten/kota sudah diserahkan kepada DPRD,” ujarnya.
Eneng mengatakan setelah Perda Provinsi ditetapkan, setiap kabupaten/kota juga akan mengeluarkan perda yang serupa dengan menetapkan lahan yang dilindungi, cadangan lahan dan lainnya, yang berfungsi menjabarkan perda provinsi.
Untuk diketahui, lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
Alih fungsi lahan dapat dilakukan atas pertimbangan kepentingan umum dan hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun bagi pihak yang terbukti melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan tanpa seizin pemerintah akan diberi hukuman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.