Bisnis.com, JAKARTA—Ketua DPR RI Marzuki Alie mengungkapkan pemilihan ketua atau pemimpin DPR sesuai dengan mekanisme pemungutan suara atau voting yang ditetapkan dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) merupakan hal yang wajar.
Pada 2004, tuturnya, mekanisme sejenis dipakai dalam menentukan pemilihan ketua. Hasilnya, meski Demokrat menjadi partai penguasa, namun Demokrat tak satupun mendapat jatah pimpinan DPR. “Waktu itu, paparnya, koalisi kebangsaan dari PDIP dan Golkar menguasai suara DPR,” katanya seperti yang dilansir laman resmi DPR, Senin (14/7/2014).
Penolakan terhadap mekanisme tersebut, menurutnya, terjadi lantaran sejumlah partai merasa dinafikan oleh partai lain.
“Seolah-olah partai-partai tersebut tidak memerlukan dukungan DPR agar pemeritahan dapat berjalan. Alhasil, partai-partai tersebut bersatu untuk mengembalikan lagi kondisi seperti pada 2004 silam,” jelasnya.
Pengaturan tersebut, paparnya, sangat berbeda dengan penetapan Ketua DPR pada 2009. Pada saat itu, mekanisme penetapan ketua DPR berubah menjadi pemilihan dengan partai suara terbanyak dalam pemilu yang berhak menduduki kursi ketua atau pimpinan DPR.
“Dengan kata lain parpol pemenang pemilu yang berhak menduduki jabatan kursi ketua DPR,” tegasnya.
Namun, jika PDIP selaku partai pemenang pemilu 2014 tidak setuju jika peraturan lama tersebut dikembalikan lagi, mereka bisa menggugat ke MK.
“Hal itu dimaksudkan agar kita punya UU yang berlaku,” tegas Marzuki.