Bisnis.com, JAKARTA—Anggota DPR dinilai telah mengkhianati rakyat Indonesia karena secara diam-diam telah mengesahkan Revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) pada Selasa (8/7/2014) atau sehari sebelum gelaran Pilpres 2014 lalu.
Dalam revisi itu, disebutkan bahwa ada 4 poin penting yang diubah, yaitu perubahan ketentuan kuorum untuk hak menyatakan pendapat dari 3/4 menjadi 2/3 dan anggota DPR tidak bisa dipanggil untuk diperiksa untuk penyidikan tindak pidana (termasuk kasus korupsi) tanpa izin Presiden.
Berikutnya adalah partai pemenang suara terbanyak tidak lagi menjadi Ketua DPR melainkan akan dipilih dengan suara terbanyak serta dihapusnya ketentuan yang menekankan pentingnya keterwakilan perempuan khususnya terkait dengan alat kelengkapan DPR (AKD).
Seorang warga masyarakat bernama Melany Tedja menggagas petisi di situs change.org berjudul Melakukan Judicial Review Terhadap Revisi UU MD3 yang ditujukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan revisi tersebut.
Melany menjelaskan, di saat yang bersamaan dengan pengesahan Revisi UU MD3 ini, sebuah koalisi permanen yang diusung 6 fraksi telah diumumkan. Secara total, ungkapnya, mereka memiliki 353 suara, atau 63% dari total 560 kursi.
Sebelum revisi UU ini, lanjutnya, mereka perlu 67 suara lagi untuk mencapai kuorum 3/4 atau 420 suara, tetapi setelah merevisi UU ini, mereka cuma perlu 21 suara lagi untuk mencapai kuorum 2/3 dan karenanya jauh lebih mudah untuk mereka bisa meloloskan atau menolak UU apapun.
“Selain itu, dengan adanya Revisi UU ini, DPR akan sulit disentuh hukum, baik untuk kasus korupsi atau extraordinary crimelain serta mempersempit peran perempuan di posisi strategis di DPR,” sebut Melany di penjelasan petisinya.
Hingga berita ini ditulis, Jumat (11/7/2014), tercatat sudah 9.510 warga dunia maya yang menandatangi petisi ini. Linknya bisa dilihat di sini: http://www.change.org/id/petisi/tolak-revisiuumd3-mk-ri-humas-mkri-lakukan-judicial-review#share