Bisnis.com, MOSKWA—Pemerintah Rusia kemungkinan menandatangani kesepakatan dengan China pada bulan depan untuk menyuplai gas selama 30 tahun.
Upaya Rusia tersebut mengindikasikan strategi Negeri Beruang Merah untuk mencari pasar lain di luar Eropa menyusul pecahnya krisis Ukraina dan meningkatnya tensi politik dengan negara Barat.
Rencananya, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping akan memberikan keputusan terakhir terkait dengan rencana kerja sama ekonomi tersebut.
Krisis Ukraina membuat hubungan Rusia dan China semakin erat. Patut diketahui, China merupakan mitra dagang terbesar Rusia di luar Eropa dan satu-satunya negara di Dewan Kemanan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) yang tidak mengecam langkah Rusia mencaplok Crimea.
Namun, sembari menunggu jaringan pipa gas ke China mulai dibangun, Rusia hanya memiliki beberapa pasar ekspor gas di luar Eropa. Akibatnya, kerja sama ekonomi yang terbatas itu semakin rentan terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Eropa.
Tidak hanya itu, pasar ekspor gas Rusia masih harus berhadapan dengan revolusi energi AS yang dikenal dengan shale gas.
“Saat ini, Rusia semakin dekat dengan kerja sama ekspor ke China, memungkinkan fleksibilitas terhadap harga gas itu sendiri,” kata Ildar Davletshin, analis gas dan minyak Renaissance Capital di Moskwa, Kamis (10/4/2014).
Kerja sama tersebut juga penting untuk China karena penggunaan batu bara sebagai sumber energi di negeri Tirai Bambu itu memicu peningkatan polusi udara.
Chief Executive Officer (CEO) Gazprom Alexey Miller telah bertemu dengan Komisaris China National Petroleum Corp. Zhou Jiping di Beijing untuk mendiskusikan kesepakatan itu.
“Saya harap kontrak itu bisa diselesaikan pada Mei tahun ini. Hanya harga dasarnya saja yang belum mencapai kata sepakat,” ucap Wakil Perdana Menteri Rusia Arkady Dvorkovich.