Bisnis.com, BANDUNG - Petani jamur di Kampung Tegal Ilat, Desa Sekarwangi Kecamatan Soreang, Kab Bandung mengaku kesulitan dalam mengembangkan pasar produk pertanian mereka. Dampaknya, jamur menjadi cepat busuk.
Fajar Hamdani (44) seorang petani jamur mengatakan, permintaan terhadap jamur terbilang tinggi, akan tetapi karena terkendala inovasi dalam mempertahankan jamur agar tidak cepat busuk membuat banyaknya permintaan tidak terpenuhi.
"Permintaan datang dari Batam, Kalimantan, Surabaya dan beberapa daerah lainnya di luar Jawa. Karena ketika pengiriman jaraknya jauh sehingga jamur jadi cepat busuk," katanya, kepada Bisnis, Kamis (3/4/2014).
Oleh karena itu, petani membutuhkan manajemen dan bantuan permodalan. Karena saat ini banyak petani jamur yang sulit mengembangkan usahanya, padahal untuk bisa lebih menguntungkan, harus lebih banyak log yang dipelihara.
Akibat buruknya manajemen, tidak sedikit jamur yang dikelola menjadi cepat buruk.
Dia mengaku mulai menggeluti budidaya jamur sejak 1997 bersama kelompoknya dan memiliki 300.000 log. Dengan mengembangkan varietas jamur kuping dan tiram. Kemampuan produksi mencapai 1 ton per hari.
"Untuk bibit kami sudah bisa mengembangkan sendiri. Akan tetapi, produsen bibit tidak mau terbuka soal kelebihan dan kekurangan bibit yang mereka jual," katanya.
Dia menjelaskan dengan usaha yang dilakoninya bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Fajar menekuni budidaya ini, lantaran terkena PHK dan memutuskan untuk berusaha sendiri.
"Awalnya saya memanfaatkan kandang ayam di rumah yang tidak lagi terpakai. Terus berkembang, sampai di kampung kami ini banyak juga yang menggeluti budidaya jamur ini," ujarnya.
Potensi budi daya jamur di Kabupaten Bandung masih cukup terbuka. Terlebih Kab Bandung berencana melakukan peningkatan produksi, peluang pengembangan varietas pun masih terbuka lebar.
Kepala Unit Pelaksan Teknis Dinas (UPTD) Pengembangan Usaha Pertanian Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Dispertanhutbun) Kabupaten Bandung, Rusyanto mengatakan, saat ini budi daya jamur dilakukan oleh para petani yang tersebar di 13 kecamatan. Dengan jumlah log (media tempat menanam jamur), sebanyak 1,5 juta log.
"Setiap log bisa menghasilkan 500-700 gram jamur. Atau sama dengan dari 300.000 log, bisa menghasilkan 1 ton jamur," ujarnya.
Saat ini, peluang pasar untuk jamur masih terbuka lebar. Karena pasokan jamur dari para petani jamur yang ada di Kabupten Bandung pun belum dapat sepenuhnya mencukupi kebutuhan pasar lokal maupun luar daerah seperti Garut, Cirebon dan Jakarta.
"Pada umumnya petani mengembangkan jamur jenis tiram dan kuping. Padahal di kita ini terdapat lebih dari 100 varietas jamur. Upaya pengembangan yang akan kami lakukan yakni sebanyak 28 jenis varietas," ujarnya.
Diakuinya, masyarakat yang mengkonsumsi jamur masih terbatas. Padahal, harga jamur dipasaran tidaklah mahal. Saat ini dipasaran atau harga jual kepada konsumen, antara Rp10.000-Rp12.000 per kilogram.
"Jamur ini kaya manfaat sebagai anti oksidan dan berbagai manfaat lainnya. Jamur juga memiliki tiga manfaat yaitu sebagai pangan pengganti daging, fungsional dan obat," ujarnya.
Budidaya jamur ini layak dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Oleh karenanya, masyarakat luas teredukasi dan menggemari jamur sebagai makanan sehari-hari pengganti daging.
"Kami akan terus kembangkan baik dari sisi produksi, pengembangan vareitas serta pengembangan pasar baru," ujarnya.