Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Materi UU Pilpres Ditolak, Yusril Anggap Keputusan MK Aneh

Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan keanehannya pada dua poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan Uji Materi UU No 42/2008 Tentang Pilpres yang dilaksanakan di Jakarta, Kamis (20/3/2014).
Gedung Mahkamah Konstitusi/Bisnis
Gedung Mahkamah Konstitusi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA- Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan keanehannya pada dua poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan Uji Materi UU No 42/2008 tentang pelaksanaan Pilpres.

Dia mengatakan poin pertama MK menolak permohonannya dengan alasan tidak mempunyai dasar hukum. Untuk menyatakan demikian, katanya, MK hanya mengutip seluruh pertimbangan hukum dalam memutus permohonan Efendi Ghazali sebelumnya.

Poin kedua, MK menyatakan tidak memiliki wewenang menafsirkan UUD 45 seperti yang telah dimohonkannya beberapa waktu lalu terkait maksud ketentuan pasal 6A ayat 2 UUD 45 yang dikaitkan dengan ketentuan pasal 22E UUD 45.

"MK selama ini gembar-gembor mengatakan bahwa MK adalah penfsir tunggal konstitusi. Tetapi ketika saya mohon MK menafsirkan, MK malah mengatakan tidak berwenang menafsirkan konstitusi. Aneh," katanya seperti dikutip dalam akun Twitter resminya @Yusrilihza_Mhd, Kamis (20/3/2014).

Seperti diketahui, MK pada Kamis ini mengeluarkan putusan terkait Uji Materi UU No.42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra. Putusan itu dibacakan di Ruang Sidang MK oleh Hamdan Zulfa yang merupakan mantan anak buahnya di Partai Bulan Bintang (PBB) dulu. Intinya MK menolak permohonan Yusril.

Menurutnya, MK tampak mengelak untuk menafsirkan dua pasal tersebut. Padahal, katanya, MK sendiri tahu apa maksud dari apa yang dia ajukan. Dia mengatakan MK telah menyembunyikan kebenaran yang entah diketahuinya untuk apa.

Yusril menambahkan, sebagai akademisi maupun aktivis, dirinya telah melakukan tugas dengan baik untuk mengoreksi jalannya sebuah negara, khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres) yang dalam hitungan waktu akan segera dilaksanakan.

"Maka Pilpres 2014 ini mengandung kerawanan konstitusional, dengan mengacu pada putusan permohonan Efendi Ghazali. Norma UU Pilpres telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 45 dan tidak punya kekuatan hukum mengikat, tetapi baru berlaku 2019,"  ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper