Bisnis.com, JAKARTA--Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menegaskan pemberian gelar guru besar kepada seseorang ada aturan yang harus dipenuhi. Sebelum dinobatkan sebagai profesor, seseorang harus terlebih dahulu bergelar doktor (S3).
"Guru besar atau profesor di Indonesia itu sangat jelas aturan mainnya. Harus Doktor," tegasnya seperti dikutip laman Kemdikbud, Jumat (28/2/2014)..
Selain harus terlebih dahulu bergelar doktor, menurut Mendikbud, institusi pemberi gelar profesor juga harus memiliki status akademik yang jelas.
“Sang calon guru besar sebelum ditetapkan juga harus menyampaikan hasil karya berupa penelitian atau karya lainnya,” paparnya.
Tidak berhenti sampai di situ, menurut Mendikbud, kelayakan-kelayakan hasil karya tulis tersebut juga masih harus dinilai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). “Setelah itu baru bisa ditetapkan apakah dia layak atau tidak menyandang gelar guru besar."
Mendikbud juga mengingatkan, lazimnya, seorang guru besar merupakan dosen yang mengajar di perguruan tinggi tertentu. Dengan demikian, bisa dipastikan, guru besar yang dicetak di Indonesia memiliki riset dan karya tulis.
Adapun mengenai guru besar yang ditetapkan di luar negeri, Mendikbud menjelaskan, agar bisa dipakai di Indonesia harus disetarakan terlebih dahulu. "Sama halnya seperti sarjana atau insinyur dari luar negeri, guru besar juga harus melewati yang namanya penyetaraan."
Ia menambahkan dalam proses penyetaraan, yang menjadi pertimbangan adalah akreditasi institusi/perguruan tinggi dan kurikulum yang dipakai. "Meskipun berasal dari Amerika, Soviet atau Rusia, harus kita sesuaikan dengan standar kita. Kalau sudah sama, baru kita setarakan. “
Masyarakat belakangan ini memperbincangkan pemasangan baliho capres Rhoma Irama yang menggunakan gelar profesor karena yang bersangkutan selama ini lebih dikenal dengan profesinya sebagai penyanyi dangdut.