Bisnis.com, JAKARTA- Kesiapan memasuki era pasar ekonomi bersama se-Asean (Asean Economic Community/AEC) masih diragukan. Pasalnya, ketersediaan tenaga ahli bidang logistik masih minim.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan salah satu tantang terberat menghadapi pasar terbuka Asean tersebut adalah pemanfaatan tenaga ahli bidang logistik. Pasalnya, perusahaan logistik asing yang bakal membuka operasi di Indonesia akan ikut berebut mencari tenaga andalan yang sama dibutuhkan pelaku jasa logistik nasional.
“Kebutuhan tenaga ahli logistik sekitar 17.000 orang per tahun, untuk memenuhi minimal dua ahli logistik di setiap perusahaan besar dan menengah yang bergerak baik di bidang manufacturing, perdagangan, retail, dan distribusi,” terangnya kepada Bisnis, Kamis (20/2/2014).
Menurutnya, tenaga ahli logistik itu dibutuhkan industri sebagai operator untuk warehouse, aktivitas ekspor-impor, transportasi, dan perencanaan. Dengan jumlah yang ada saat ini, industri jasa logistik nasional masih kelimpungan menutup kebutuhan tenaga ahli.
Karena itu, terang Zaldy, para pelaku jasa logistik meminta penyelenggaraan pendidikan tenaga ahli logistik bisa dimaksimalkan. “Solusi kekurangan tenaga ahli ya butuh banyak sekolah logistik [didirikan] dan lembaga pelatihan di seluruh Indonesia.”
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Tim Kerja Pengembangan Sislognas (sistem logistik nasional) Budi Santoso mengatakan dari pihak pemerintah telah merancang program pendidikan khusus tenaga ahli logistik. Program tersebut tertuang dalam Forum Indonesia untuk Pendidikan dan Pelatihan Logistik (Indonesia Forum for Logistics Education and Training/IFLET).
IFLET, sebagaimana berkas paparan yang diberikan Budi Santoso itu, merupakan pengejawantahan program pengembangan sumber daya manusia sesuai Perpres No. 26 Tahun 2012, atau biasa disebut Cetak Biru Sislognas. Nantinya, IFLET akan mengawinkan kompetensi pendidik, instruktur, dan praktisi bidang logistik untuk menciptakan kurikulum pendidikan tenaga ahli logistik.
Hingga saat ini, terang Budi, program tersebut baru akan diluncurkan. Namun, dia menambahkan, beberapa universitas naungan Kemendikbud telah menyelenggarakan jurusan logistik. “Baru 2013 lalu studi logistik diakui Kemendikbud. Sekarang sudah ada STIMLOG [Sekolah Tinggi Manajemen Logistik] Bandung.”