Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menganggap 2013 sebagai tahun bersejarah karena masyarakat adat diakui sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Tonggak yang dimaksud AMAN adalah putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/2013 tentang pengakuan hak ulayat masyarakat adat.
Namun, AMAN menilai pemerintah lambat dalam menindaklanjuti putusan MK, sehingga terjadi konflik di daerah-daerah dimana bermukim masyarakat adat.
AMAN mencatat, tiga bulan setelah putusan MK dibacakan, 11 warga masyarakat adat ditangkap, 378 KK diusir serta pembakaran rumah-rumah masyarakat di Bengkulu dan Kalimantan Selatan.
"Seperti janjinya 8 bulan lalu, presiden harus turun tangan dan mencabut seluruh peraturan dan keputusan Menteri Kehutanan yang menghambat pelaksanaan putusan MK 35/2013," kata Sekjen AMAN Abdon Nababan di Catatan Awal Tahun AMAN, Senin (27/1/2014).
Abdon mengatakan, beberapa manuver Menhut seperti Surat Edaran 1/2013 dan Permenhut 62/2013 bertolak belakang dengan amar putusan MK.
Selain itu, disahkannya UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) di tahun yang sama dengan putusan MK 35/2013, semakin memperlebar dan memperluas konflik di lapangan.
"Kami bersama organisasi-organisasi lain yang peduli masyarakat adat sedang menyiapkan judicial review terhadap UU P3H," tuturnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandra Moniago menjabarkan, ketidaksigapan pemerintah dalam merespon putusan MK adalah pelanggaran HAM yang sistematis.
"Terlebih dengan tumpang tindih regulasi yang diakibatkan Permehut, makin membuat runyam bagi masyarakat adat," tuturnya.
Sandra menjelaskan soal hak ulayat masyarakat adat sebenarnya telah dijelaskan dalam UU Pokok Agraria No. 5/1960, namun tidak dijalankan oleh pemerintah dan aparatur negara.