Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Headlines Koran: Mineral Mentah Harus Diolah, Lampu Hijau Merger PGN-Pertagas

Isu mengenai aturan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara yang melarang ekspor mineral mentah menjadi sorotan utama berbagai media nasional hari ini, Senin (131/2014) selain rencana penyatuan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) dan isu rezim bunga tinggi yang kian membelit.

Bisnis.com, JAKARTA— Isu mengenai aturan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara yang melarang ekspor mineral mentah  menjadi sorotan utama berbagai media nasional hari ini, Senin (131/2014) selain rencana penyatuan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) dan isu rezim bunga tinggi yang kian membelit.

Berikut ini ringkasan berita-berita utama media Ibu Kota:

Mineral Mentah Harus Diolah
Presiden SBY telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Peraturan itu adalah aturan pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan Batu Bara yang melarang ekspor mineral mentah mulai Minggu (12/1/2014). (KOMPAS).

Lampu Hijau Merger PGN-Pertagas
Penyatuan dua perusahaan raksasa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) diperkirakan akan menjadi penyatuan perusahaan dengan aset terbesar tahun ini kalau terealisasi. Merger kedua perusahaan akan menyatukan aset senilai US$14 miliar atau sekitar Rp170 triliun. (KONTAN).

Pengusaha Bisa Selesaikan Smelter
Pemerintah akhirnya mengeluarkan PP baru larangan ekspor bijih mineral (ore) mulai 12 Januari 2014 dan Peraturan Menteri ESDM untuk petunjuk teknisnya. Para pengusaha juga diberi waktu menyelesaikan pembangunan  pabrik pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (smelter) sehingga tidak ada PHK massal, perusahaan tetap beroperasi dan tidak memberatkan daerah. (INVESTOR DAILY).   

Rezim Bunga Tinggi Kian Membelit
Kalangan akademisi dan pengamat menilai rezim suku bunga tinggi akan mewarnai ekonomi nasional pada tahun ini. Dampaknya tentu saja mengganggu likuiditas di pasar finansial domestik sehingga mengancam pertumbuhan dana masyarakat di perbankan. Indikasi ini terlihat dari penerbitan surat utang negara (SUN) dalam denominasi dolar AS sebesar US$4 miliar, yang terbesar dalam sejarah keuangan di Republik Indonesia. (NERACA).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper