Bisnis.com, MALANG - Dampak kenaikan harga elpiji ukuran 12 kg mengimbas kelangsungan usaha mikro kecil menengah di Kota Malang, Jawa Timur.
Septarina Eko Dewi, Ketua Paguyuban UMKM Kota Malang, mengatakan kenaikan elpiji yang dibarengi tarif dasar listrik (TDL), upah minimum kota (UMK), suku bunga Bank Indonesia (BI), dan pajak UMKM sebesar 1% dari omzet itu sedemikian memberatkan UMKM.
“Sejumlah anggota mulai melakukan efisiensi, di antaranya dengan mengurangi karyawan dan menaikkan harga jual sekitar 10%, terutama mereka begerak di bidang makanan,” kata Septarina di Malang, Selasa (7/1/2014).
Selain itu, mereka berusaha bertahan dengan beralih ke elpiji tabung 3 kg atau bersubsidi. Jika tidak beralih maka beban operasional yang bakal ditanggung menjadi berat. Sejauh ini, Septarina belum mendapat kabar UMKM yang gulung tikar.
“Prinsipnya kami di paguyuban berusaha keras untuk menjaga usaha agar tetap bertahan sambil wait and see,” jelas dia.
Pemerintah memang telah menurunkan kenaikan hanya menjadi Rp1.000 per kg. Namun, kenaikan tersebut tetap dirasa memberatkan karena bersamaan dengan kenaikan TDL, dan UMK.
Industri kerajinan keramik juga terpukul kenaikan harga elpiji tersebut. Oleh karena itu, paguyuban mengharap perhatian pemerintah daerah. “Pemerintah melalui dana hibahnya mungkin bisa menambah modal UMKM agar tetap bertahan,” ujarnya.
Uddy Syaifudin, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, mengatakan kenaikan harga elpiji 12 kg cukup memberatkan bagi pengelola hotel.
Untuk menyikapinya pengelola hotel melakukan efisiensi karena bagi hotel untuk tidak mudah langsung menaikkan tarif kamar begitu saja. Apalagi kenaikannya bersamaan dengan TDL maupun UMK.
“Menaikkan tarif merupakan opsi terakhir. Kalaupun naik sekitar 10%-15%. Tidak lebih dari itu,” tambahnya.