Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Program JKN Dimulai, Ini Komentar Ikatan Dokter Indonesia

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) baru saja mulai diberlakukan pada awal 2014 ini. Namun, keluhan dan pro kontra tentang kebijakan pemerintah tersebut pun masih tetap ada. Salah satunya dari kalangan dokter.

Bisnis.com, JAKARTA— Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) baru saja mulai diberlakukan pada awal 2014 ini. Namun, keluhan dan pro kontra tentang kebijakan pemerintah tersebut pun masih tetap ada. Salah satunya dari kalangan dokter.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zaenal Abidin, pada prinspinya JKN ini sangat bagus.

Soalnya merupakan intervensi negara dalam memenuhi hak warga negara untuk sehat, dan memperoleh pelayanan kesehatan, sebagaimana yang diamanahkan oleh Pasal 28 H UUD 1945, dan sekaligus menjadi amanah Pasal 34 (3) UUD 1945.

“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasiltas kesehatan dan fasilitas umum yang baik,” kata Zaenal menyampaikan catatannya tentang JKN melalui surat elektroniknya, Sabtu (4/1/14).

Dia menuturkan JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi sosial yang bersifat wajib (mandatory), berdasarkan UU No.40 tentang SJSN.

Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak, yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau irannya dibayarkan oleh negara, dalam hal ini pemerintah.

Oleh karena merupakan bagian dari SJSN, katanya, maka JKN pun diharapkan  menggunakan prinsip-prinsip yang ada dan terbaca dengan jelas di dalam UU SJSN.

Diantaranya prinsip gotong royang yang menjadi budaya luhur bangsa Indonesia, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, dana amanat, kepesertaan bersifat wajib, dan deviden dikembalikan ke peserta.

Tujuan akhirnya adalah semua penduduk, warga negara Indonesia mendapatkan layanan kesehatan saat sakit, kapan pun dan dimana pun, secara adil.

Kemungkinan kelemahannya, lanjut Zaenal, ada beberapa.

Pertama, bila faktor penentu utama pelaksaan JKN itu tidak diperhatikan dengan cermat, seperti ketersediaan point of care berupa pelanyanan primer yang merata di seluruh wilayah NKRI, ketersediaan dokter pelayanan primer dengan mutu yang andal dan tersebar merata (dekat dan berada di tengah masyarakatnya).

Selain itu terbentuknya rayonisasi dan regionalisasi tempat pelayanan kesehatan (setiap penduduk jelas kemana harus mendapatkan petolongan medis jika membutuhkan), iuran yang memenuhi azas keekonomian, sehingga mampu mendorong pemerataan pelayanan dan kontinuitas pelayanan kepada masyarakat; masyarakat dimotivasi untuk senantiasa menerapkan paradigma sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, kurangnya sosialisasi tentang JKN itu sendiri kepada rakyat, sehingga sebagian besar belum tahu. Hal yang sama untuk tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, dsn lainnya, yang merupakan pelaksana di lapangan, belum semua memilik pemahaman yang sama.

Ketiga, sebagian regulasi yang merupakan penjabaran dari UU SJSN dan UU BPJS yang  selesai di penghujung 2013, bahkan ada yang terbit di pertengahan Desember 2013. Akibatnya tidak bisa tidak, sempat disosialisasikan dengan baik karena waktunya yang sudah makin dekat.

Keempat, masih berkaitan dengan regulasi, tidak semua pemangku kepentingan, terutama organisasi profesi (IDI, PDGI, IAI, IBI, PPNI) dilibatkan secara partisipatif. Tidak jarang dilibatkan ketika peraturan itu sudah selesai.

Padahal, tidak bisa dipungkiri bahwa anggota dari organisasi profesi inilah yang nantinya, yang akan bersentuhan langsung dengan penduduk dalam pelaksanaan JKN.

Salah satu contoh keluarnya Kepmenkes 455/2013, yang dipersoalkan oleh organisasi profesi. Sebab sama sekali tidak menyebutkan nama-nama organisasi profesi tersebut untuk melakukan negosiasi dengan BPJS di daerah.

Dia mengatakan pemerintah lebih memilih mengakomodir asosiasi (NGO) baru yang belum dikenal oleh masyarakat profesi, untuk mewakili anggota profesi dalam melakukan negosiasi tarif. Alasannya sederhana, karena organisasi profesi bukan asosiasi fasilitas kesehatan.

Zaenal menjelaskan hambatan yang akan dihadapi saat ini dan ke depan. Terutama bila faktor penentu utama tadi belum dipenuhi, rakyat yang akan menjadi pengguna JKN belum tahu, dan tenaga pelaksana di lapangan belum sama persepsinya.

Hambatan lain adalah efek asuransi, ujarnya, dimana masyarakat datang secara berbondong-bondong ingin coba-coba program baru. Apalagi yang dipersepsikan oleh mereka adalah ‘Layanan Kesehatan Gratis’ dari pemerintah. “Eforia masyarakat seperti ini dapat menjadi masalah bila tidak diantisipasi dengan baik.”

Menurut Zaenal, jalan penyelesaian adalah sambil jalan, sambil belajar. Revisi peraturan yang tidak mengakomodasi kepentingan profesi dan melibatkan organisasi profesi dalam penyusunannya, agar tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan JKN.

Lakukan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat, terutama bagi yang belum menjadi peserta JKN per-1 Januari 2014, agar termotivasi mendaftarkan diri menjadi peserta.

Tetap saja faktor penentu utama JKN harus menjadi prioritas pemerintah, jika ingin JKN berhasil dan tahun 2019 menjadi JKN semesta.

“Kami semua para dokter ingin agar JKN ini terwujud dengan berbagai harapan,” ujarnya.

Harapan itu antara lain agar negara mampu menjamin kesehatan rakyat, agar dapat menjamin terjaganya keluhuran profesi kesehatan dengan menata praktik profesi. Dapat menjamin terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkeadikan dengan distribusi profesional medis, dan tenaga kesehatan lain secara adil dan merata.

Selain itu terimplementasinya sistem rujukan dalam sistem pelayanan/kesehatan terpadu, yang menjadi cita-cita IDI sejak beberapa tahun lalu.

“Kalau pun pada mulanya kemungkinan terseok-seok dalam berjalan, namun kami berharap negara dan bangsa ini cepat belajar memperbaiki kekurangan/kelemahan yang ada. Untuk kemudian melawan setiap hambatan, dan berjalan tegak sebelum 2019,” ungkapnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmayulis Saleh
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper