Bisnis.com, BALIKPAPAN - Nafsu besar tenaga kurang. Begitulah gambaran sekilas dari program pengembangan Kawasan Industri Kariangau (KIK). Pasalnya, kawasan itu sudah masuk dalam RTRW Kota Balikpapan 2012 - 2032. Namun, implementasinya, masih terlihat seperti terseok-seok.
Tak ayal, pengembangan kawasan industri kariangau (KIK) yang jalan di tempat membuat Andi Burhanuddi Solong gusar. Dalam rapat pembahasan RAPBD 2014 akhir November lalu, Ketua DPRD Kota Balikpapan itu menyatakan tidak ada yang berubah dari wilayah yang dalam RTRW Kota Balikpapan 2012 - 2032 diperuntukkan sebagai KIK. Indikatornya, menurut Andi, bisa dilihat dari akses jalan yang hanya menghubungkan antara Terminal Peti Kemas (TPK) Kariangau dan jalan poros Balikpapan - Samarinda.
“Mau dijadikan apa juga ndak kelihatan. Malah yang terjadi di sana, mafia tanah berkeliaran mencari keuntungan pribadi. Ada apa ini,” ujarnya.
Andi kemudian menawarkan anggaran Rp5 miliar kepada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Balikpapan asalkan KIK bisa terwujud tahun depan. Namun, Doortje Marpaung, Kepala Disperindagkop Kota Balikpapan tidak berani mengiyakan dengan dalih perlu koordinasi lintas sektor utamanya kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Pembentukan KIK ini sebenarnya merupakan perencanaan pengembangan ekonomi Balikpapan yang berkomitmen untuk tidak mengeruk potensi batu bara yang ada. Tak seperti daerah lain di Kaltim yang membebaskan investor untuk menggali emas hitam tersebut, Balikpapan bahkan bertekad menghapuskan potensi batu bara yang ada di bawah perut buminya. Nantinya, KIK diarahkan sebagai lokasi hilirisasi produk dan pemberian nilai tambah bagi komoditas yang dihasilkan dari daerah lain di Kaltim.
Luasan lahan yang diperuntukkan menjadi KIK awalnya hanya 1.548,24 hektar. Kemudian, luasan tersebut bertambah menjadi 2.721 hektar. Dalam kawasan tersebut, industri yang dikembangkan kebanyakan mengarah pada hilirisasi produk seperti industri kosmetik dari CPO, karet, keramik dan banyak lagi. Namun, tercatat baru 20 perusahaan yang sudah menanamkan investasinya di sana.
“Kenapa tidak berkembang, karena aksesnya tidak ada. Pemerintah yang harus sediakan itu kalau memang ingin menjadikan Balikpapan sebagai kota industri,” tegas Andi.
Usai rapat tersebut, Doortje berkomentar untuk menyelesaikan KIK, selain berkoordinasi dengan Bappeda Kota Balikpapan, dinasnya juga perlu berkomunikasi dengan Pemprov Kaltim. Alasannya, karena Badan Pengelola Kawasan Industri Kariangau (BP-KIK) juga sudah dibentuk oleh Pemprov Kaltim untuk melahirkan perusahaan kawasan sesuai dengan PP No. 24/2009 tentang kawasan industri.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Investasi dan Pengembangan Pemasaran BP-KIK Erik Nursahramdani berpendapat untuk membentuk perusahaan kawasan ternyata tidak semudah seperti yang direncanakan. Berdasarkan hasil rapat pada awal Juni 2012, kata Erik, sudah ada keputusan mengenai pembagian share saham antara Pemprov Kaltim yang diwakili Perusda Melati Bhakti Satya dan Pemkot Balikpapan yang diwakili Perusda Balikpapan.
“Namun, hingga kini masih proses dan belum terlihat perkembangannya,” tambahnya.
Apabila sudah terbentuk, perusahaan kawasan tersebut nantinya yang akan mengkoordinir pengelolaan KIK sesuai dengan masterplan yang saat ini sedang ditinjau ulang. Termasuk pembangunan jalan akses, penyediaan listrik, dan fasilitas lain akan dikoordinir penyediaannya oleh perusahaan kawasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut.
2 TAHUN LAGI
Walikota Balikpapan Rizal Effendi mengakui KIK baru berkembang di areal yang berada di sekitar Teluk Balikpapan. Adapun, akses jalan darat memang baru belum menyentuh jalan dalam kawasan. Penyebabnya, kata Rizal, perusahaan kawasan yang diproyeksikan menata KIK belum juga terbentuk hingga kini.
“Karena itu kan ada juga Pemprov [Kaltim]. Kami harus sinergi bersama. Tidak bisa sendiri-sendiri,” katanya.
Kepala Bappeda Kota Balikpapan Suryanto mengatakan pembentukan perusahaan kawasan memang masih berproses karena ada kendala administrasi dalam merealisasikannya. Proses sertifikasi lahan milik Pemkot Balikpapan, katanya, yang masih menjadi ganjalan dalam pembentukan perusahaan kawasan. Namun, Suryanto optimistis operasional perusahaan kawasan tersebut bisa terealisasi minimal dalam dua tahun ke depan.
“Berdasarkan hasil konsultasi dengan Kemenhukham, perusahaan kawasan bisa dibentuk dengan menggunakan tanah provinsi dahulu yang sudah bersertifikat. Nanti, Pemkot Balikpapan menyusul menunggu penyelesaian sertifikat tanah. Saat ini, Biro Ekonomi Provinsi sedang menggodoknya,” katanya.
Dia mengakui luasan lahan yang dimiliki pemerintah, baik Pemprov Kaltim maupun Pemkot Balikpapan, jumlahnya terbatas hanya sekitar 479 hektar dari luas peruntukan kawasan yang mencapai 2.721 hektar. Adapun sisanya, merupakan lahan milik swasta atau masyarakat.
Suryanto juga membantah kalau belum ada pembangunan jalan akses di dalam kawasan industri tersebut. Program TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) telah diprogramkan untuk membuka badan jalan dari TPK Kariangau menuju Jembatan Pulau Balang. Sementara, jalan lainnya baru akan dibangun setelah rencana strategis (Renstra) kawasan selesai dibenahi yang ditargetkan rampung tahun ini.
Namun, Direktur Utama Perusda Melati Bhakti Satya Sabri Ramdhani mengaku belum diminta berkoordinasi untuk merealisasikan pembentukan perusahaan kawasan tersebut. Indikasi pembentukan KIK bakal kembali jalan di tempat.
Daftar perusahaan yang berada di sekitar KIK
Nama Perusahaan Luas Areal (hektare)
PT Dermaga Kencana Indonesia 120
PT Mekar Bumi Andalas 50
PT Tunas Catur Lestari 97,5
Pelabuhan Peti Kemas 72
PT PLN (Persero) 49,5
PT Arya Cipta Indah Nusantara 43,4
PT Forestras Hijau Mandiri 118
PT Kutai Chip Mill 20
PT Galangan Balikpapan Utama 4
PT H&H International 4
PT Dermaga Perkasa Pratama* n/a
PT Kaltim Kariangau Industri* n/a
Power Plant Bayan* n/a
PT Astiku Sakti 20
PT Balikpapan Environment Service 13
PT Balikpapan Oil Terminal 9
PT Petrosea 8,9
PT Dua-Dua 3
PT Sarana Daya Utama 8,9
PT Semen Indonesia 2
*dimiliki oleh Bayan Group
Sumber: Badan Pengelola Kawasan Industri Kariangau, diolah