Bisnis.com, WASHINGTON - Militer AS akan membantu menerbangkan pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika (AU) ke Republik Afrika Tengah sebagai bagian dari upaya yang dipelopori Prancis untuk memulihkan keamanan di negara tersebut, kata sejumlah pejabat Amerika, Senin atau Selasa (10/2013) WIB.
Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel, yang sedang berada di Qatar untuk lawatan ke kawasan itu, memerintahkan pasukan Amerika "mulai mengangkut pasukan dari Burundi ke Republik Afrika Tengah, dalam koordinasi dengan Prancis", kata juru bicaranya dalam sebuah pernyataan.
Hagel mengambil keputusan itu setelah berembug melalui telepon pada Minggu dengan Menteri Pertahanan Prancis Jean-Yves Le Drian, yang meminta bantuan militer "terbatas" AS untuk mendukung upaya internasional itu, kata juru bicara Carl Woog.
"Dalam waktu dekat, Prancis meminta bantuan pengangkutan udara agar pasukan Afrika bisa ditempatkan segera untuk mencegah semakin meluasnya kekerasan sektarian di Republik Afrika Tengah," katanya.
"AS bergabung dengan masyarakat internasional dalam upaya ini karena kami yakin tindakan segera diperlukan untuk mencegah bencana kemanusiaan dan hak asasi manusia di Republik Afrika Tengah, dan karena kepentingan kami dalam perdamaian dan keamanan di kawasan itu," tambahnya.
AS akan mempertimbangkan penyediaan "sumber daya tambahan" jika dibutuhkan, kata pernyataan itu tanpa penjelasan lebih lanjut.
Langkah AS itu diambil ketika pasukan Prancis pada Senin mulai melucuti persenjataan militan di Republik Afrika Tengah setelah peningkatan kekerasan sektarian yang merenggut ratusan jiwa.
Selain pasukan Prancis yang sudah berada di lapangan, Uni Afrika berencana meningkatkan jumlah pasukan regional menjadi 6.000, dari 3.600 yang direncanakan.
Militer Prancis mengumumkman, Minggu, sekitar 1.600 prajurit Prancis telah ditempatkan sesuai dengan rencana di Republik Afrika Tengah, dan tidak ada bentrokan di negara itu sejak Kamis.
Juru bicara militer Kolonel Gilles Jaron mengatakan, pasukan telah berada di lapangan, sebagian besar di ibu kota negara itu, Bangui, dan sejumlah satuan ditempatkan di beberapa daerah lain.
Republik Afrika Tengah dilanda kekacauan dan kekerasan sektarian antara komunitas Kristen dan Islam sejak gerakan pemberontak Seleka menggulingkan Presiden Francois Bozize pada Maret setelah perjanjian perdamaian gagal. (Antara)