Bisnis.com, SAMARINDA - Kejaksaan Negeri Samarinda menetapkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika, inisial "I" atas dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Lapas Narkotika Klas IIIA di Bayur Sempaja Samarinda, senilai Rp 45 miliar.
Tersangka inisial "I" diduga melakukan mark up Rp 30 miliar dari nilai proyek yang harusnya menelan dana Rp 15 miliar.
"Tersangka baru satu. Inisialnya I, Kepala Lapas yang lama. Sudah penetapan tersangka tapi belum diekspose. Karena, penetapan tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan BAP (Berita Acara Pemeriksaan)," kata Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Costantein Ansanay, diwawancarai seusai acara pertemuan sejumlah wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat di kantornya, Kamis (5/12).
Penetapan tersangka korupsi pembangunan lapas narkotika ini melalui ekspose yang dihadiri seluruh jaksa pemeriksa dan jaksa I Kejari Samarinda. Tersangka saat melakukan dugaan korupsi sebagai pejabat negara, selaku Kepala Lapas dengan modus mark up.
"Kepala Lapas sebenarnya KPA (Kepala Pengguna Anggaran). Kalau ada indikasi korupsi, dugaan hanya itu (KPA) saja. Kalau kontraktor sudah pasti bersentuhan kasus dugaan korupsi karena pasti ada perjanjian pemborongan kontrak," ujar Costantein Ansanay.
Dia menjelaskan kasus korupsi terkait pembangunan fisik seperti bangunan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika, pasti melibatkan tersangka pejabat negara dan kontraktor. Yakni, Kepala Lapas Narkotika dan kontraktornya. Namun, bawahan-bawahan pejabat negara dan kontraktor tersebut bisa saja terlibat korupsi. Dengan demikian jaksa harus melalui pemeriksaan yang maksimal untuk mengungkap kasus korupsi.
Adapun, kerugian negara akibat dugaan korupsi pembangunan lapas narkotika tersebut belum diketahui. "Kami belum tahu kerugian negara akibat dugaan korupsi. Karena masih ada dokumen-dokumen yang dibelanjakan yang harus diperiksa. Tidak bisa, kami menentukannya. Karena harus mengundang staf ahli BPKP melalui ekspose," ujar Costantein Ansanay.
Sekedar diketahui, pembangunan Lapas Klas III Narkotika Samarinda berdiri di atas lahan 70.000 m2 yang memiliki kapasitas tahanan 339 orang. Dibangun sejak 2006 sampai 2011 dengan dana bersumber APBD Provinsi Kaltim, APBD Samarinda dan APBN Kemenkumham. Total anggaran dihabiskan Rp53,2 miliar yang sebagian besar berasal dari APBD Kaltim yakni Rp 45,9 miliar.