Bisnis.com, JAKARTA - Kualitas kepemimpinan nasional produk Pemilu 2014 tidak akan banyak berubah dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009, mengingat mekanisme dan perundang-undangan yang mengaturnya belum mencapai kemajuan berarti.
Demikian disimpulkan dalam diskusi bertema Saatnya Regenerasi Kepemimpinan Nasional yang menghadrikan nara sumber para politisi senior partai. Selain menghadirkan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung, diskusi itu juga menampilkan Sekjen Partai Amanat Nasional Taufik Kurniawan, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok, dan politisi senior PDIP Sabam Sirait.
Menurut Akbar, kalau ingin mendapatkan kepemimpinan nasional yang berkualitas maka sistem perekrutannya juga harus dibenahi. Pembenahan itu, ujarnya, bisa dilakukan dengan mengubah tata aturan dan persyaratan pengajuan calon presiden.
Selain itu, ujarnya, mekanisme pencapresan harus membuka peluang sebesar-besarnya bagi calon pemimpin nasional. Dia menyebutkan memberi kesempatan pada calon independen untuk bersaing maju jadi capres, merupakan salah satu alternatif dalam upaya memperkuas basis perekrutan.
“Untuk kepala daerah saja bisa dari calon independen, seharusnya untuk presiden juga bisa,” ujarnya. Namun demikian, Akbar juga menegaskan pentingnya faktor kualitas calon pemimpin. Dia mengakui salah satu faktor penentu kualitas kepemimpinan adalah pengalaman kepemimpinan, bukan soal umur atau dari partai mana calon pemimpin itu berasal.
Sementara itu, Ahmad Mubarok mengatakan saat ini proses perekrutan kepemimpinan nasional masih dalam tahap pembelajaran. Dia optimistis Indonesia baru akan memiliki presiden yang sesuai dengan keinginan rakyat melalui mekanisme yang baik baru pada Pemilu 2019.
Hanya saja, dia mengingatkan agar semua pihak memiliki kesabaran politik, terutama dari para calon presiden yang akan maju bersaing untuk Pemilu 2014. Dia bahkan menyebutkan calon pemimpin yang tidak punya kesabaran politik tidak akan punya peluang menjadi presiden mendatang.