Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah media massa nasional hari ini menyoroti beragam isu mulai dari pertumbuhan ekonomi yang dipatok konservatif hingga upaya perbankan menaikkan bunga deposito dan isu maraknya investor Malaysia dan China menguasai lahan produktif, Senin (29/7/2013).
Pertumbuhan Konservatif
Pemerintah bersikap konservatif melihat pertumbuhan ekonomi pada 2014. Dari proyeksi 6,4%-6,9%, pemerintah cenderung mematok di batas bawah. Ini sejalan dengan koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2014 dari 4,1% menjadi 3,8% (KOMPAS).
Bank Ancang-ancang Korek Bunga Deposito
Ada kabar gembira bagi Anda yang berniat memarkir dana di deposito. Mulai bulan depan, beberapa bank berniat menaikkan bunga deposito 25 basis poin (bps)-100 bps. (KONTAN).
Kedaulatan Pangan Mustahil
Kementerian Pertanian telah melanggar Undang-undang jika membiarkan investor asal China dan Malaysia memborong lahan sawah. Pasalnya, dalam UU Agraria dan UU Pemberdayaan dan Perlindungan Petani telah dijelaskan bahwa suatu lahan produktif tidak boleh dibeli selain dari daerah tersebut. Saat ini, ribuan hektar sawah telah dikuasai investor asing. Malaysia juga telah menyiapkan dana sebesar Rp20 triliun untuk membeli sawah-sawah di pedesaan. Jika keadaan ini dibiarkan, maka kedaulatan pangan republik ini bakal kian jauh (NERACA).
Rupiah Tetap Aman
Pelemahan rupiah tidak perlu ditanggapi dengan panik, karena lebih disebabkan faktor eksternal yang membuat dolar AS menguat terhadap mata uang negara lain. Tidak seperti krismon 1998, rupiah tetap aman dan kredibel didukung fundamental ekonomi saat ini yang masih cukup baik dan perbankan yang sudah kuat. Modal asing juga kembali mengalir ke Indonesia sekitar Rp3,5 triliun dalam empat pekan terakhir (INVESTOR DAILY).
Depresiasi Rupiah Meresahkan
Kalangan pengusaha mulai resah dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berpotensi meningkatkan beban usaha, khususnya perusahaan-perusahaan yang memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor. Diperkirakan realisasi kinerja hingga akhir tahun berpotensi lebih buruk dibandingkan tahun lalu (INDONESIA FINANCE TODAY).