BISNIS.COM, JAKARTA--Sebanyak empat orang saksi dengan latar belakang yang berbeda diperiksa hari ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk kasus korupsi pembangunan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang.
Empat orang itu yakni Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso, PNS Badan Pemeriksa Keuangan Nufal Anwar, staf khusus Menpora Fahrudin, dan pria bernama Aris Mandji yang merupakan pegawai swasta.
Dari empat nama itu, baru Machfud yang sudah tiba di KPK. Mafchfud sendiri, sebelumnya juga pernah diperiksa untuk kasus yang sama. Dalam pemeriksaannya kali ini, Machfud mengaku membawa dokumen baru, sebagai pelengkap klarifikasi pekerjaannya.
"Iya saya bawa dokumen, tapi soal kelengkapan klarifikasi pekerjaan," kata Machfud di gedung KPK, Selasa (04/06).
Dia mengatakan saat ini, dirinya akan diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka kasus Hambalang yakni mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Sementara itu, pemanggilan pada saksi PNS BPK diperkirakan untuk mengetahui sejauhmana proses audit BPK dalam kasus itu sudah dirampungkan.
Pasalnya, KPK sebelumnya menyatakan akan mengumumkan kerugian akibat korupsi proyek tersebut, namun tertunda karena belum rampungnya hasil audit dari BPK.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka yaitu mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng, mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora Deddy Kusdinar selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (persero) Teuku Bagus Mukhamad Noor.
Ketiganya disangkakan pasal Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara.
Terkait kasus yang sama, KPK juga telah menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah terkait dengan kewajibannya.